Selasa, 08 November 2016

Tugu Jogja dan Aleppo



22.00 WIB. Malam sudah semakin larut. Aku dan teman-teman sepergerakan masih menapaki perempatan Tugu Jogja. Pandanganku menyapu sekitar perempatan. Terlihat sebagian toko dan warung kelontong bergegas menutup lapaknya yang semakin sepi pembeli. Namun disisi lain, orang- orang semakin ramai merapat ke angkringan dan Tugu Jogja. “Menikmati suasana malam Jogja ungkap mereka” kalau ditanya.
Memang tak lengkap rasanya jika ke Kota Istimewa ini tidak menikmati suasana malamnya.  Nol Kilometer, Malioboro, Alun-alun Kidul Selatan, Alun-alun Kidul Utara dan Tugu Jogja, adalah suguhan yang menarik bagi para pelancong atau pribumi Jogja sendiri untuk dikunjungi. Tentunya akan terasa lebih eksotis lagi jika dikunjungi pada malam hari. Karena angkringan, warung makan lesehan, musisi jalanan, delman, becak dan keramahan warganya akan menambah susana Jogja lebih kental. Jadi, wajar walaupun sudah larut, namun orang-orang semakin ramai berdatangan, seakan tersihir keelokan panorama malam Kota Istimewa ini.
Inilah alasan kami mengadakan penggalangan dana di perempatan Tugu Jogja.
 “Ibu, bapak, mas, mbak mari kita sama-sama membatu saudara kita yang tengah berjihad di Aleppo, Syiria. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan kita dengan kenikmatan yang berlipat ganda, Aaamiin”  ucapku sembari memegang kotak bertuliskan Save Aleppo, Aleppo is Burning.
Uang receh, ribuan dan puluhan pun terkumpul dalam kotak tersebut, kadang juga disambut dengan pertanyaan dan ekpresi apatis.
“Mbak, Aleppo sih dimana ya?”
“Aleppo? Baru denger”
“Bisa dijelaskan mbak itu bagaimana ya ?”
Disisi lain, ini juga ulah media televisi yang memang sama sekali tidak bergeming atas tindakan biadab ini. Dunia seakan bisu dan sangat menafikkan umat Islam. Seakan-akan virus Islam Phobia sudah memasuki negara yang katanya mayoritas muslim ini.
Tapi, lain halnya jika kejadian seperti ini terjadi pada negara yang mayoritas non muslim. Duniapun  larut dalam kesedihan, dan ketakutan mereka. Pernah kali waktu aku membaca timeline di salah satu sosial media “Jika ada agama selain Islam diperlakukan seperti Islam, maka pastilah sudah tenggelam agama itu. Tapi, inilah Islam yang dijaga langung oleh Allah yang tak akan pernah tenggelam”. Wallahu ‘alam bi showaf”.
Selang beberapa orang yang aku dan temanku temui ternyata banyak juga yang memberi perhatian lebih pada kami, akan simpati mereka pada Aleppo.
“Dari kami segini ya mba” ucap masnya dengan ramah.
“Oh iya mas, ini saja sudah terima kasih banyak mas, semoga senantiasa Allah melimpahkan rezeki yang halal lagi barokah ya mas” jawab ku haru.
“Mbak-mbak haus?”
“Hmm lumayan mas”
“Ini mbak, silahkan diambil air mineralnya” seraya menyodorkan dua botol air mineral dingin kepada aku dan teman ku.
“ Waduh enggak usah repot-repot mas” jawab ku sungkan.
“Enggak apa-aapa mbak, saya ikhlas dan tidak bermaksud aneh-aneh”
“Alhamdulillah terima kasih banyak mas” haru ku memenuhi dada.
“Iya mbak sama-sama, semangat ya mbak”
Semangatku kini rasanya semakin bertambah, aku merupakan bagian dari organisasi pergerakan masa iya mau kalah dengan masnya. Aku berdecap kagum, walaupun dia sepertinya juga kesulitan yang hanya mencari uang dengan berjualan warung kelontong  di pinggir jalan, tapi ia tidak sepakat dengan tindakan apatis seperti yang lainnya.
Lantas, bagi kita khususnya generasi pemuda masa depan. Ayo turut serta berkontribusi tenaga, fikiran, dan waktu untuk agama dan negara ini pada kegiatan-kegiatan yang sepertinya  sesuai dengan passion dan skill yang kita punya. Sehingga kinerja kita menjadi totalitas dan berkualitas.
Bersama Allah di jalan yang benar, dan berlomba-lombalah menuju kebaikan.

leh : Immawati Gustin Juna

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot