Selasa, 17 Mei 2016

Karakter Pemimpin Islami


(Oleh: Agtusha A. P.)

            Kawan, apa hakekat peran manusia di dunia ini? Pada hakekatya, setiap dari kita adalah khalifah,[1] baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain dan lingkungan sekitar. Hal tersebut menujukkan bahwa manusia memiliki berbagai macam tanggung jawab. Tanggung jawab tersebut dilaksanakan pada masa kepemimpinannya, yaitu selama manusia tersebut hidup. Tanggung jawab manusia sebagai khalifah bermacam-macam sesuai perannya di dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Di mana kepemimpinan kita akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita perlu menerapkan kepemimpinan sesuai dengan hukum Allah. Sebagai mana sabda Rasulullah yang artinya, “apabila kamu melihat orang-orang yang menggunakan hukum-hukum yang tidak nyata, maka anggaplah mereka itu orang-orang yang diperingati oleh Allah, supaya jangan jadi pengikut mereka.” (H.R Muslim)
            Nyatanya, dewasa ini banyak kita temui peristiwa yang sangat memilukan tentang pemimpin. Banyak dari petinggi-petinggi menyalahgunakan statusnya sebagai pemimpin. Terjadi korupsi di mana-mana, banyaknya pemimpin yang tidak adil, munculnya peraturan-peraturan yang justru menjauh dari nilai Islam. Sampai yang paling memilukan adalah adanya ‘permainan’ mereka dengan perempuan-perempuan yang bukan mahramnya. Hal ini membuat masyarakat yang berada di bawah kepemimpinan oknum tersebut merasa jera untuk memilih mereka, namun juga masyarakat tidak bisa bertindak lebih. Semua ketimpangan tersebut tak lain timbul karena lemahnya iman mereka. Apabila iman mereka lemah, shalat mereka juga akan terbengkalai, dan apabila mereka memainkan perihal shalat, maka rusak pulalah urusan yang lain. Mereka, yang dikatakan sebagai pemimpin itu, tidak akan bisa menghindari hal yang keji dan mungkar karena sesungguhnya shalat itu mencegah dari hal-hal semacam itu.[2]
        Kepemimpinan yang Islami tidak serta merta terbentuk dari pemimpin yang tingkat keimanannya sangat minim. Kepemimpinan yang baik sesuai hukum Allah terbentuk dari para pemimpin yang memiliki keimanan yang baik pula. Dr. Hisham Yahya Altalib (1991 : 55), mengatakan ada beberapa ciri penting yang menggambarkan kepemimpinan Islam yaitu:
Setia kepada Allah. Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat dengan kesetiaan kepada Allah;
- Tujuan Islam secara menyeluruh. Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok, tetapi juga dalam ruang lingkup kepentingan Islam yang lebih luas;
- Berpegang pada syariat dan akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, dan boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang teguh pada perintah syariah. Dalam mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham;
- Pengemban amanat. Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah Swt., yang disertai oleh tanggung jawab yang besar.Al-Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap yang baik kepada pengikut atau bawahannya. Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman, “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. al-Hajj [22]:41).
Kepemimpinan Islam bukanlah kepemimpinan yang tirani dan tanpa koordinasi. Kepemimpinan Islam yaitu dilakukan dengan prinsip musyawarah[3], dilaksanakan dengan menegakkan keadilan[4] dan amar ma’ruf nahi munkar[5]. Kepemimpinan Islam sangat dikaitkan erat dengan musyawarah karena di dalam Q.S. Asy-Syura : 37-38 musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam dituturkan sesudah iman dan shalat[6]. Itu berarti musyawarah memiliki kedudukan penting di dalam sebuah kepemimpinan. Sebagai hamba-Nya sekaligus sebagai khalifah di bumi, manusia diperintahkan oleh Allah untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadap diri dan keluarganya sendiri, maupun kepada orang lain. Bahkan kepada musuh sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil. Sedangkan pada kepemimpinan yang amar ma’ruf nahi munkar adalah kepemimpinan yang didalamnya terdapat pemimpin yang betul-betul mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar. Bila tugas tersebut diabaikan atau tidak dilaksanakan, umat Islam bisa menjadi umat yang terburuk dan tidak akan diperhitungkan oleh umat yang lain.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan pemimpin. Pemimpin Islam akan melahirkan pula sebuah kepemimpinan Islam. Sesuai firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah : 55, bahwa sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yaitu mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).  Kepemimpinan Islam seperti yang telah saya sebutkan di atas akan teralisasikan apabila pemimpinnya beriman kepada Allah SWT., mendirikan shalat, membayarkan zakat, dan selalu tunduk patuh kepada Allah SWT..




[1] Q.S. Al-Baqarah : 30
[2] Q.S. Al-‘Ankabut : 45
[3]Q.S. Asy-Syura : 37-38
[4] Q.S. An-Nahl : 90
[5] Q.S. Ali-Imran : 110
[6] Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI, 1999), hlm. 230

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot