Jumat, 19 Februari 2016

“Perempuan: subyek atau obyek?”


Oleh: Immawati Bela Fataya Azmi

Sejak dahulu tema perempuan telah banyak dibicarakan. Kesetaraan gender, emansipasi wanita hingga feminisme selalu menjadi topik-topik yang menarik untuk dibahas. Sebenarnya ada perbedaan yang mendasar antara gender, emansipasi dan feminisme, akan tetapi kesemuanya bertolak pada ketidakpuasan perempuan dalam memahami perannya.
Berangkat dari ketidakpuasan itu, bermunculan tokoh-tokoh perempuan yang maju dan menyuarakan hak-hak tentang kesetaraan gender. Di Indonesia sendiri kita mengenal tokoh pahlawan perempuan seperti R. A Kartini, Dewi Sartika dan lain sebagainya. Emansipasi untuk menyuarakan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan adalah sesuatu yang penting dan untuk beberapa hal memang dibutuhkan, akan tetapi terkadang protes atas kesetaraan gender ini mengalami kebablasan, perempuan yang terlalu asyik untuk menunjukkan dirinya mulai lupa akan kewajiban dan fitrahnya yang utama. Dalam dunia Islam sendiri, kita “digemparkan” oleh pemikiran Fatima Mernissi tentang ayat-ayat missogininya, yaitu bahwa Islam mengekang hak-hak perempuan.
Terlepas dari perjalanan emansipasi perempuan serta pro-kontranya, salah satu hal penting yang dapat diambil kesimpulan, yaitu perempuan selalu menjadi subyek. Perempuan menjadi sosok yang memainkan peran untuk membela dirinya.
Namun, dewasa ini ketika kita dihadapkan pada kata “perempuan” yang kemudian tergambar dalam benak kita adalah sosok cantik, lembut, feminim atau mungkin juga “tukang dandan”. Jarang sekali muncul penggambaran perempuan adalah sosok tangguh, selalu berjalan di depan dan memimpin. Ketika melihat keadaan perempuan di zaman sekarang, peran perempuan tidak lagi sebagai subyek, akan tetapi telah berubah menjadi obyek semata.
Contoh paling nyata, yang seringkali terlepas dari pengamatan kita adalah produk-produk kapitalis yang secara tidak langsung mencekoki otak—terutama kaum hawa—untuk mengikuti pola pemikiran mereka. Mereka menciptakan standar-standar tertentu demi kepentingan ekonomi mereka yang kemudian oleh kita dibenarkan dan diikuti secara tidak sadar. Kecantikan misalnya, ketika dilontarkan pertanyaan “Perempuan cantik itu seperti apa?” jawaban yang muncul adalah sosok perempuan tinggi, berkulit putih serta memiliki rambut panjang dan lurus. Stereotip ini tidak lain muncul karena adanya iklan-iklan yang menggambarkan standar kecantikan seorang perempuan adalah berkulit putih, tinggi dan berambut panjang dan lurus. Dengan stereotip tersebut lantas kaum hawa kemudian akan disibukkan untuk memenuhi standar itu, sehingga tidak ada lagi waktu bagi mereka untuk kembali menjadi subyek dan memainkan peran, tetapi semata-mata menjadi obyek atas kuasa kaum kapitalis.
Parahnya lagi, untuk memenuhi standar kecantikan semu tersebut, perempuan dengan rela harus merasakan sakit terlebih dahulu. Diet atau bahkan operasi plastik rela dilakukan hanya untuk tampil cantik versi media. Pada titik ini, perempuan tidak hanya kehilangan perannya dan menjadi obyek, tetapi secara tidak sadar perempuan telah menjadi korban atas standar-standar yang dibuat demi kepentingan-kepentingan tertentu tersebut.

Melihat perempuan yang dengan sendirinya kehilangan perannya, bukan lagi saatnya kita membahas berlembar-lembar hal mengenai kartini dan teman-temannya, bukan lagi saatnya kita melongo bingung dengan pemikiran Fatima Mernissi, tetapi sudah saatnya bagi kita melihat ke dalam diri kita dan mulai bertanya, sampai kapan kita akan terus menjadi obyek? Kapankah kita bergegas dan kembali menjadi subyek atas segala sesuatu?  



Referensi:
Stefani, Ketty. 2009. Pdf: Kritik Ekofeminisme. Jakarta: UI
Goenawan, Felicia. 2007. Jurnal Ilmiah: Ekonomi Politik Iklan di Indonesia terhadap Konsep Kecantikan. Volume I, Nomor 1.
Aprilia, Dwi Ratna. 2005. Pdf: Iklan dan Budaya Popular: Pembentukan Identitas Ideologis Kecantikan Perempuan oleh Iklan. Volume I, Nomor 2.
www.dakwatuna.com “Hakikat Penghormatan terhadap Wanita” dilihat tanggal 2 Juli 2015 Pkl. 23.02 WIB

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot