Senin, 13 Januari 2014

Pembangunan Nasional Berbasis Kerakyatan

Pembangunan Nasional Berbasis Kerakyatan[1]
Dalam kehidupan bernegara, dunia politik dan ekonomi tidak bisa terpisahkan antara satu dangan lainnya. Politik dan ekonomi sebagai dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, agar tujuan negara dalam membentuk/terciptanya negara yang power (kuat) maka keseimbangan antara sistem politik dan sistem ekonomi juga harus beriringan dengan baik pula. Jika salah satu sistem itu cacat maka untuk mewujudkan suatu cita-cita negara yang disegani oleh negara lain itu akan terseok dalam perjalanannya bahkan akan memungkinkan gagalnya suatu tujuan neegara itu.Sehingga untuk menciptakan bentuk negara yang power baik dalam hal politik (pemerintahan/ketatanegaraan) dan ekonomi (krisis) harus berjalan secara bersamaan (koherensi).
Jika hubungan antara sistem politik dan ekonomi ini berjalan beriringan dengan baik dalam suatu negara maka suatu negara itu akan berjalan baik pula. Misalnya peran pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan melakukan perencanaan dan pengarahan masyarakat kepada pusat-pusat usaha ekonomi (pembangunan) ini merupakan conto bagaimana sistem ini saling erat hubungannya dalam  sebuah negara. Sehingga setiap kebijakan yang di buat oleh pemerintah agar kestabilan sebuah negara terjaga maka harus memperhatikan dampaknya apa yang akan terjadi pada ekonomi, politik, budaya dan agama.
Indonesia sebagai negara yang digolongkan sebagai negara berkembang maka proyeksi pememerintahan lebih tertuju bagaimana Indonesia menjadi negara maju. Tentu dengan meningkatkan sistem politik dan ekonomi, dalam hal politik Indonesia harus memiliki sumber daya insani yang mampu secara structural dalam pemerintahan serta memiliki sistem ketahanan nasional yang kuat. Dalam sistem ekonomi pemerintah harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya serta harus dapat meningkatkan PDB negara dalam artian pertumbuhan ekonomi yang selalu baik. Jika negara mampu menyandingkan secara baik antara politik dan ekonomi maka cita-cita menjadi negara maju akan mudah terwujud.
Suatu negara dikatakan maju salah satu indikatornya adalah dilihat dari sisi ekonomi yaitu jika setiap masyarakat mampu memenuhi standar kehidupannya dalam satu hari sesuai dengan batas minimal konsumsi perharinya (pendapatan perkapita). Pendapatan perkapita masyarakat indonesia masih terlalu relative kecil bila di bandingkan dengan negara maju lainnya. Sehingga perlu dukungan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan setiap individu serta mengurangi pengangguran yang ada. Langkah pemerintah dalam mengurangi pengangguran dapat melalui dengan memperdayakan kemampuan individu untuk menciptakan sesuatu yang memiliki nilai jual.
Demokrasi Ekonomi
gagasan demokrasi ekonomi tercantum baik dalam penjelasan UUD 1945 maupun pasal 33 ayat (4) UUD 1945 pascareformasi. UUD 1945 memang mengandung gagasan demokrasi politik dan sekaligus demokrasi ekonomi.[2] Sebagai negara yang berdemokrasi maka alih-alih bahwa negara demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sehingga dapat diartikan bahwa rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara ini. Namun tidak secara langsung dikuasai oleh rakyat , beberapa bagian pokok diwakilkan oleh pengurusannya kepada negara, dalam hal ini adalah kepada badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Badan legislative dan eksekutif diberikan kekuasaannya untuk mengatur dan menyusun haluan-haluan dan perumusan kebijakan-kebijakan resmi negara, dalam pelaksanaannya badan ekskutif dan presidenlah yang berperan disini dan kontrol terhadap kostitusi dilaksanakan oleh badan yudikatif.
Cita-cita negara Indonesia yang sebagai landasan adalah UUD 1945 dan pancasila menjadi acuan dalam menggerakan negara. Sebagai masyarakat yang ber-agama maka perwujudan terhadap keTuhanan Yang Maha Esa itu adalah konsekuensi dari tauhid rakyat. Sehingga dalam hal ini keimanan terhadap tauhid akan menimbulkan makna rakyat adalah sebagai khalifah dimuka bumi yang diberi sebesar-besarnya untuk mengatur dan menjaga bumi demi kemakmuran dengan prinsip keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Menurut soeharsono sagir, perekonomian setiap negara pasti berjalan menurut sistem tertentu, jenis sistem perekonomian yang di anut oleh Indonesia adalah Sistem Ekonomi Kerakyatan (SEK).[3] Sehingga setiap langkah pergerakan perekonomian pada dasarnya harus memperhatikan keadaan rakyat Indonesia. Dengan adanya sistem ekonomi kerakyatan yang menjadi sasaran adalah bagaimana kemiskinan berkurang dari tahun-ketahun, peningkatan sumberdaya insani melalui bangku sekolah serta pembangunan nasional sudah seharusnya tidak keluar dari sistem ekonomi kerakyatan. Orientasi yang terbesar yang harus dilaksanakan oleh para wakil rakyat adalah bagaimana membentuk keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pembangunan Nasional
salah satu ciri utama negara-negara yang sedang berkembang adalah kometmen pemerintah terhadap pembangunan nasional. Bagaimana pemerintah membaca keadaan negaranya agar pembangunan nasional yang dicanangkan akan membaha hasil perubahan yang bernilai baik untuk negara maupun masyarakat. Pembangunan nasional ini dapat mendongkrak  menjadi sebuah negara yang mapan, tentunya jika bidikan pembangunan nasional sesuai dengan pra kondisi suatu negaranya. Dalam hal pembangunan nasional ini di setiap negara pasti berbeda-beda dalam menjawab dan merealisasikan konsep pembangunan nasional. Kendatinya langkah pembangunan disesuaikan oleh negara masing-masing namun prioritas pembangunan ini untuk mewujudkan sebuah negara yang super dari berbagai sisi.
Namun menurut prof, Moeljarot pembangunan nasional menurut beliau dapat disederhanakan menjadi beberapa model, sehingga kita dapat mengidentifikasi kategori-kategori model pembangunan nasional yang berfungsi sebagai kerangka perencanaan di masing-masing negara. Kategori-kategori model pembangunan tersebut ialah;[4]
           i.            Model pembangunaan nasional yang berorientasi pertumbuhan.
Model pembangunan ini memandang tujuan pertumbuhan nasional sebagai pertumbuhan ekonomi dalam arti sempit, yakni menyangkut kapasitas ekonomi nasional yang semula dalam jangka waktu yang lama berada dalam kondisi statis, kemudian bangkit untuk menghasilkan peningkatan GNP per tahun pada angka 5-7 persen.
         ii.            Model pembangunan kebutuhan dasar/kesejahteraan
Model pembangunan ini muncul untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan model pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan. Model ini memfokuskan pada bagian penduduk miskin di negara-negara berkembang.
       iii.            Model pembangunan nasional yang berpusat pada manusia
Model pembangunan nasional ini ber pusat pada manusia, berwawasan lebih jauh daripada sekedar GNP atau pengadaan pelayaanan sosial.
Sedangkan pembangunan bangunan nasional ini intilah adalah berbasis terhadap kerakyatan, menurut soeharsono sagir pembangunan nasional yang berbasis kerakyatan tercemin dalam prinsip triple track development, yaitu pro-poor, pro-jod, dan pro-grow. Dalam mengimplementasika ketiga prinsip itu, ada enam tolok ukur yang dapat dipakai untuk menilai berhasil-tidaknya suatu proses pembangunan itu, yaitu;[5]
i.           Rakyat terbebas dari kemiskinan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berkualitas;
ii.         Rakyat bebas dari kebodohan dan terbedayakannya menjadi sumber daya insani (human        capital) yang produktif;
iii.       Rakyat terbebas dari pengangguran dengan bekerja kreatif dan produktif untuk meningkatkan penghasilan sendiri dan orang lain;
iv.       Negara terbebas dari ketergantungan kepada utang luar negeri;
v.         Negara terbebas dari kekurangan devisa karena nilai ekspor melebihi impor, dan
vi.       Negara terbebas dari kerusakan ekosistem sehingga pembangunan dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

        Jika semua tolok ukur diatas dapat diterapkan dalam suatu negara maka dalam mengalisis negara akan mempermudah mengetahui keberhasilan-tidaknya pembangunan nasional itu. Poin i-iii sistem pembangunan nasional Indonesia sudah mengarah ke situ, tetapi tidak maksimalnya kenerja yang diberikan negara. Kemiskinan, kebodohan dan penganggurandi negeri ini presentasinya masih cukup besar. Begitu juga dengan point ke-iv utang Indonesia terhadap word bank juga tidak kelar-kelar lunas padahal sudah beberapa puluh tahun dan bergantian kepemimpinan kepalanegara. Keterpurukan perekonomian yang terjadi saan krisis besar-besaran pada tahun 1997/1998 membawa negara Indonesia harus berhutang ke bank dunia serta menambah banyaknya hutang dan sampai saat ini hutang itupun belum tuntas diselesaikan.
        Sedangkan untuk point ke-vi seharusnya pelestarian sumber daya alam secara bijak agar dapat berfungsi secara berkelanjutan. Pelestarian ekologis di Indonesia masih kurang terkontrol dengan baik, banyak hutan-hutang yang di tumbang berdalih untuk kemakmuran rakyat untuk ditanami komoditi sawit dan karet, namun penguasaannya juga dikuasai oleh orang-orang kaya dalam negri dan luar negeri. Pengerukan sumber daya alam yang tidak bijak akan membawa dampak jangka panjang yang menyedihkan untuk generasi berikutnya. Alam yang hijo royo-royo jangka pangjang jika tidak dikelolah dengan baik dan benar untuk generasi berikutnya tidak dapat lagi menikmati hutan yang hijo royo-royo lagi mereka akan menemukan dunianya yang gersang dan panas.
        Respon terhadap ekologis ini pun menjadi acuan masyarakat dunia agar ekologis di negara-negara tropis seperti Indonesia, Brazin, dan sebagian Afrika agar tetap terjaga dengan baik dan berkelanjutan dengan mencanangkan grow green.  Hal ini karena sudah terasanya ketidak seimbangnya teknoligi yang di gunakan dengan alam sebagai penyeimbang. Banyaknya pesawat dan kendaraan yang mengeluarkan pembuangan hasil pembakaran bila tidak ada kesimbangan hutan maka udara akan semakin tercemar serta akan menggangu kesehatan masyarakat
        Sudah seharusnya sistem pemerintahan Indonesia saling mendukung sistem pembangunan nasional yang berbasis ekonomi kerakyatan, rakyat memilih wakilnya untuk dapat memberikan timbal balik terhadap rakyat agar keadilan dan kesejahteraan rakyat terpenuhi oleh negara. Untuk itu pembagian tugas antara badan legislative, eksekutif dan yudikatif harus berjalan bersama dengan jalan yang lurus. Secara pembagian tugas lembaga-lembaga pemerintahan itu adalah pertama, Lembaga eksekutif dan legislative bertindak sebagai  policy maker yang dituangkan dalam bentuk undang-unfang yang mengikat untuk umum. Sedangkan yang kedua, lembaga yudikatif, bertindak sebagai wasit yang memberikat peringtan dan mengeksekusi apabila ada sengketa, pertentangan, konflik.
        Itulah yang harus dikerjakan negara dalam membentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita keadilan sosial (ekonomi) kemudian politiklah yang memutuskan cita-cita itu dan hukum sebagai pengontrol jalannya politik, ekonomi yang telah diputuskan dalam undang-undang.




[1] Pembangunan nasional berbasis kerakyatan oleh Ari susanto, makalah untuk trapolnas IMM
[2] Jimly asshiddiqie, konstitusi ekonomi.2010.jakarta:kompas hal-353
[3] ibid
[4] Moeljarto, politik pembangunan, sebuah analisis, konsep, arah dan strategi.1995. Yogyakarta:Tiara Wacana cet-3 hal 32-35
[5] Jimly asshiddiqie, konstitusi ekonomi.2010.jakarta:kompas hal-354Pembangunan Nasional Berbasis Kerakyatan[1]
Dalam kehidupan bernegara, dunia politik dan ekonomi tidak bisa terpisahkan antara satu dangan lainnya. Politik dan ekonomi sebagai dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, agar tujuan negara dalam membentuk/terciptanya negara yang power (kuat) maka keseimbangan antara sistem politik dan sistem ekonomi juga harus beriringan dengan baik pula. Jika salah satu sistem itu cacat maka untuk mewujudkan suatu cita-cita negara yang disegani oleh negara lain itu akan terseok dalam perjalanannya bahkan akan memungkinkan gagalnya suatu tujuan neegara itu.Sehingga untuk menciptakan bentuk negara yang power baik dalam hal politik (pemerintahan/ketatanegaraan) dan ekonomi (krisis) harus berjalan secara bersamaan (koherensi).
Jika hubungan antara sistem politik dan ekonomi ini berjalan beriringan dengan baik dalam suatu negara maka suatu negara itu akan berjalan baik pula. Misalnya peran pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan melakukan perencanaan dan pengarahan masyarakat kepada pusat-pusat usaha ekonomi (pembangunan) ini merupakan conto bagaimana sistem ini saling erat hubungannya dalam  sebuah negara. Sehingga setiap kebijakan yang di buat oleh pemerintah agar kestabilan sebuah negara terjaga maka harus memperhatikan dampaknya apa yang akan terjadi pada ekonomi, politik, budaya dan agama.
Indonesia sebagai negara yang digolongkan sebagai negara berkembang maka proyeksi pememerintahan lebih tertuju bagaimana Indonesia menjadi negara maju. Tentu dengan meningkatkan sistem politik dan ekonomi, dalam hal politik Indonesia harus memiliki sumber daya insani yang mampu secara structural dalam pemerintahan serta memiliki sistem ketahanan nasional yang kuat. Dalam sistem ekonomi pemerintah harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya serta harus dapat meningkatkan PDB negara dalam artian pertumbuhan ekonomi yang selalu baik. Jika negara mampu menyandingkan secara baik antara politik dan ekonomi maka cita-cita menjadi negara maju akan mudah terwujud.
Suatu negara dikatakan maju salah satu indikatornya adalah dilihat dari sisi ekonomi yaitu jika setiap masyarakat mampu memenuhi standar kehidupannya dalam satu hari sesuai dengan batas minimal konsumsi perharinya (pendapatan perkapita). Pendapatan perkapita masyarakat indonesia masih terlalu relative kecil bila di bandingkan dengan negara maju lainnya. Sehingga perlu dukungan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan setiap individu serta mengurangi pengangguran yang ada. Langkah pemerintah dalam mengurangi pengangguran dapat melalui dengan memperdayakan kemampuan individu untuk menciptakan sesuatu yang memiliki nilai jual.
Demokrasi Ekonomi
gagasan demokrasi ekonomi tercantum baik dalam penjelasan UUD 1945 maupun pasal 33 ayat (4) UUD 1945 pascareformasi. UUD 1945 memang mengandung gagasan demokrasi politik dan sekaligus demokrasi ekonomi.[2] Sebagai negara yang berdemokrasi maka alih-alih bahwa negara demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sehingga dapat diartikan bahwa rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara ini. Namun tidak secara langsung dikuasai oleh rakyat , beberapa bagian pokok diwakilkan oleh pengurusannya kepada negara, dalam hal ini adalah kepada badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Badan legislative dan eksekutif diberikan kekuasaannya untuk mengatur dan menyusun haluan-haluan dan perumusan kebijakan-kebijakan resmi negara, dalam pelaksanaannya badan ekskutif dan presidenlah yang berperan disini dan kontrol terhadap kostitusi dilaksanakan oleh badan yudikatif.
Cita-cita negara Indonesia yang sebagai landasan adalah UUD 1945 dan pancasila menjadi acuan dalam menggerakan negara. Sebagai masyarakat yang ber-agama maka perwujudan terhadap keTuhanan Yang Maha Esa itu adalah konsekuensi dari tauhid rakyat. Sehingga dalam hal ini keimanan terhadap tauhid akan menimbulkan makna rakyat adalah sebagai khalifah dimuka bumi yang diberi sebesar-besarnya untuk mengatur dan menjaga bumi demi kemakmuran dengan prinsip keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Menurut soeharsono sagir, perekonomian setiap negara pasti berjalan menurut sistem tertentu, jenis sistem perekonomian yang di anut oleh Indonesia adalah Sistem Ekonomi Kerakyatan (SEK).[3] Sehingga setiap langkah pergerakan perekonomian pada dasarnya harus memperhatikan keadaan rakyat Indonesia. Dengan adanya sistem ekonomi kerakyatan yang menjadi sasaran adalah bagaimana kemiskinan berkurang dari tahun-ketahun, peningkatan sumberdaya insani melalui bangku sekolah serta pembangunan nasional sudah seharusnya tidak keluar dari sistem ekonomi kerakyatan. Orientasi yang terbesar yang harus dilaksanakan oleh para wakil rakyat adalah bagaimana membentuk keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pembangunan Nasional
salah satu ciri utama negara-negara yang sedang berkembang adalah kometmen pemerintah terhadap pembangunan nasional. Bagaimana pemerintah membaca keadaan negaranya agar pembangunan nasional yang dicanangkan akan membaha hasil perubahan yang bernilai baik untuk negara maupun masyarakat. Pembangunan nasional ini dapat mendongkrak  menjadi sebuah negara yang mapan, tentunya jika bidikan pembangunan nasional sesuai dengan pra kondisi suatu negaranya. Dalam hal pembangunan nasional ini di setiap negara pasti berbeda-beda dalam menjawab dan merealisasikan konsep pembangunan nasional. Kendatinya langkah pembangunan disesuaikan oleh negara masing-masing namun prioritas pembangunan ini untuk mewujudkan sebuah negara yang super dari berbagai sisi.
Namun menurut prof, Moeljarot pembangunan nasional menurut beliau dapat disederhanakan menjadi beberapa model, sehingga kita dapat mengidentifikasi kategori-kategori model pembangunan nasional yang berfungsi sebagai kerangka perencanaan di masing-masing negara. Kategori-kategori model pembangunan tersebut ialah;[4]
           i.            Model pembangunaan nasional yang berorientasi pertumbuhan.
Model pembangunan ini memandang tujuan pertumbuhan nasional sebagai pertumbuhan ekonomi dalam arti sempit, yakni menyangkut kapasitas ekonomi nasional yang semula dalam jangka waktu yang lama berada dalam kondisi statis, kemudian bangkit untuk menghasilkan peningkatan GNP per tahun pada angka 5-7 persen.
         ii.            Model pembangunan kebutuhan dasar/kesejahteraan
Model pembangunan ini muncul untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan model pembangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan. Model ini memfokuskan pada bagian penduduk miskin di negara-negara berkembang.
       iii.            Model pembangunan nasional yang berpusat pada manusia
Model pembangunan nasional ini ber pusat pada manusia, berwawasan lebih jauh daripada sekedar GNP atau pengadaan pelayaanan sosial.
Sedangkan pembangunan bangunan nasional ini intilah adalah berbasis terhadap kerakyatan, menurut soeharsono sagir pembangunan nasional yang berbasis kerakyatan tercemin dalam prinsip triple track development, yaitu pro-poor, pro-jod, dan pro-grow. Dalam mengimplementasika ketiga prinsip itu, ada enam tolok ukur yang dapat dipakai untuk menilai berhasil-tidaknya suatu proses pembangunan itu, yaitu;[5]
i.           Rakyat terbebas dari kemiskinan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berkualitas;
ii.         Rakyat bebas dari kebodohan dan terbedayakannya menjadi sumber daya insani (human        capital) yang produktif;
iii.       Rakyat terbebas dari pengangguran dengan bekerja kreatif dan produktif untuk meningkatkan penghasilan sendiri dan orang lain;
iv.       Negara terbebas dari ketergantungan kepada utang luar negeri;
v.         Negara terbebas dari kekurangan devisa karena nilai ekspor melebihi impor, dan
vi.       Negara terbebas dari kerusakan ekosistem sehingga pembangunan dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

        Jika semua tolok ukur diatas dapat diterapkan dalam suatu negara maka dalam mengalisis negara akan mempermudah mengetahui keberhasilan-tidaknya pembangunan nasional itu. Poin i-iii sistem pembangunan nasional Indonesia sudah mengarah ke situ, tetapi tidak maksimalnya kenerja yang diberikan negara. Kemiskinan, kebodohan dan penganggurandi negeri ini presentasinya masih cukup besar. Begitu juga dengan point ke-iv utang Indonesia terhadap word bank juga tidak kelar-kelar lunas padahal sudah beberapa puluh tahun dan bergantian kepemimpinan kepalanegara. Keterpurukan perekonomian yang terjadi saan krisis besar-besaran pada tahun 1997/1998 membawa negara Indonesia harus berhutang ke bank dunia serta menambah banyaknya hutang dan sampai saat ini hutang itupun belum tuntas diselesaikan.
        Sedangkan untuk point ke-vi seharusnya pelestarian sumber daya alam secara bijak agar dapat berfungsi secara berkelanjutan. Pelestarian ekologis di Indonesia masih kurang terkontrol dengan baik, banyak hutan-hutang yang di tumbang berdalih untuk kemakmuran rakyat untuk ditanami komoditi sawit dan karet, namun penguasaannya juga dikuasai oleh orang-orang kaya dalam negri dan luar negeri. Pengerukan sumber daya alam yang tidak bijak akan membawa dampak jangka panjang yang menyedihkan untuk generasi berikutnya. Alam yang hijo royo-royo jangka pangjang jika tidak dikelolah dengan baik dan benar untuk generasi berikutnya tidak dapat lagi menikmati hutan yang hijo royo-royo lagi mereka akan menemukan dunianya yang gersang dan panas.
        Respon terhadap ekologis ini pun menjadi acuan masyarakat dunia agar ekologis di negara-negara tropis seperti Indonesia, Brazin, dan sebagian Afrika agar tetap terjaga dengan baik dan berkelanjutan dengan mencanangkan grow green.  Hal ini karena sudah terasanya ketidak seimbangnya teknoligi yang di gunakan dengan alam sebagai penyeimbang. Banyaknya pesawat dan kendaraan yang mengeluarkan pembuangan hasil pembakaran bila tidak ada kesimbangan hutan maka udara akan semakin tercemar serta akan menggangu kesehatan masyarakat
        Sudah seharusnya sistem pemerintahan Indonesia saling mendukung sistem pembangunan nasional yang berbasis ekonomi kerakyatan, rakyat memilih wakilnya untuk dapat memberikan timbal balik terhadap rakyat agar keadilan dan kesejahteraan rakyat terpenuhi oleh negara. Untuk itu pembagian tugas antara badan legislative, eksekutif dan yudikatif harus berjalan bersama dengan jalan yang lurus. Secara pembagian tugas lembaga-lembaga pemerintahan itu adalah pertama, Lembaga eksekutif dan legislative bertindak sebagai  policy maker yang dituangkan dalam bentuk undang-unfang yang mengikat untuk umum. Sedangkan yang kedua, lembaga yudikatif, bertindak sebagai wasit yang memberikat peringtan dan mengeksekusi apabila ada sengketa, pertentangan, konflik.
        Itulah yang harus dikerjakan negara dalam membentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita keadilan sosial (ekonomi) kemudian politiklah yang memutuskan cita-cita itu dan hukum sebagai pengontrol jalannya politik, ekonomi yang telah diputuskan dalam undang-undang. (Ari Susanto)



[1] Pembangunan nasional berbasis kerakyatan oleh Ari susanto, makalah untuk trapolnas IMM
[2] Jimly asshiddiqie, konstitusi ekonomi.2010.jakarta:kompas hal-353
[3] ibid
[4] Moeljarto, politik pembangunan, sebuah analisis, konsep, arah dan strategi.1995. Yogyakarta:Tiara Wacana cet-3 hal 32-35
[5] Jimly asshiddiqie, konstitusi ekonomi.2010.jakarta:kompas hal-354

1 komentar:

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot