IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Kamis, 31 Januari 2013

Tri Kompetensi Dasar Gaya Hidup Masa Kini

Assalamu’alaikum Wr. Wb…

Bersama ini akan kita bicarakan sebuah kebiasaan masing-masing manusia Jaman edan ini untuk kita refleksikan menjadi atribut kesesuaian nantinya. Apakah ini sesuai dengan yang kita alami ataukah memang hanya wacana abstraksi ataukah perbincangan riil yang telah melanda.

Kalo di IMM punya tri kompetensi dasar yaitu …., …., …. Masa saya sebutkan disini. Antum kan udah tahu semua. Tapi maaf ini bukan tri kompetensi dasar IMM yang dimaksud melainkan tri kompetensi dasar sikap mengolah gaya hidup seseorang.

Kenapa kita bicarakan hal ini???. Yang pasti kita adalah manusia yang masih hidup! Masak orang sudah mati kita diskusikan tentang ini..hehe..nah orang hidup itu ngapain kerjaanya? Tidur, makan, ngobrol, shoping, ngelawak dan lainya. Iya kan betul? Masak saya salah, wong saya masih hidup kok. Hal inilah yang nanti kita bicarakan, ada apa dengan orang hidup itu. Selanjutnya anda cermati, bisa ndak anda membedakan hidupnya Si A dan B Si X dan Y si dia dan mereka?? Pasti bisa kan. Nah ini itu dia yang dimaksud. Kenapa kok kita bisa membedakan itu? Karena orang itu punya yang namanya “gaya hidup”. Inilah yang bisa membedakan, dan ini bisa melanda bukan Cuma individu saja tapi kolektif. Misal, ketika kita di mall atau alun-alun selatan kalo malem, ato di kopi jos kalo malem minggu..kita saksikan bukan Cuma SATU orang saja yang tingkahnya sama tapi Buuanyak yang tingkahnya sama. Kita lanjutkan lagi….

Tingkah mereka cenderung sama. Kenapa hayoo? Apakah mereka bersaudara? Satu sekolahan? Satu Pekerjaan? Saya katakan TIDAK. Karena mereka dalam satu ERA. Ya betul era masa kini. Gaya hidup ternyata ada karena munculnya Era. Saya juga baru nyadar ini….tapi satu hal, Era bukan sebuah yang kepastian gaya hidup tapi pilihan gaya hidup. Okelah anda sekarang punyaa gaya hidup yang seolah-olah masa kini, okelah anda ingin gaya hidup yang ndak mau ketinggalan zaman tapi anda tidak bisa ngikut aja tapi anda itu memilih gaya hidup. Nah sikap memilih ini yang ternyata orang juga beda beda. Saya dan anda mungkin sama satu kelas tapi bisa juga saya berbeda memilih gaya hidup. Itu maksudnya…maaf kalo njlimet.

Life style atau gaya hidup merupakan salah satu cara bersikap yang dipakai oleh orang tertentu ketika ia mau tampil layak dan aktual di hadapan orang lain (ngutip dari kata2nya mas Mudji Sutrisno dalam buku Ruang Publik). nah kan, memang kok, ketika mau tampil ke orang lain, orang itu punya style masing masing terlebih lagi ketika mau ngapelin kekasih. Ups……benarrrrr…

Kembali ke Era tadi, bagaimana kaitanya dengaan gaya hidup? Sebelumnya tak sebut sajalah dari tadi Era itu apa..maksudnya adalah Era Modern (nyebut merk kan akhirnya), di Era Modern ini bener bener aneh ni hidup. Kita hidup dimana sekarang? Dunia? Ya benar lah…maksudnya wilayahnya, kan kita hidup di Indonesia, tapi kok kayaknya Amerika itu deket banget sama kita padahal Negara tetangga kita kan Malaysia. Apa mungkin Amerika udah gak betah disanaa terus pindah kesini ya? Mbuh laah. Terus kayaknya orang jepang dan korrea itu sipit sipt dan putih putih, tapi kok sekarang banyak orang jepang dan korea yang kulitnya sawo matang ya? Bahkan ada yang item kayak saya..haha ra urusanlah tapi kenyataanya gitu je…piye urip iki..

Ada lagi ni istilah trend, mode dan lain sebagainya. Sok-sokan banget yakin orang sekarang itu. Mau kayak artis tapi malah jadi norak, mau kayak bintang sepak bola tapi muka pas-pasan. Haduh itu baru dua contoh bung, saya gak tega kalo nyebutin semuanya. Bisa bisa saya makan ati makan usus makan ceker (emang di Angkringan). Nah itulah sebuah trend dan mode, khusus lagi trend dan mode Era Modern  unit wilayah Indonesia. Kenapa Indonesia?, karena saya masih belum keluar negeri. Hehe…

Terkait itu semua, sebenarnya kenapa kok dari tadi nyindir nyindir mulu masalah trend dan mode (ups anda termasuk kah???) kok kayakya bumi ini dipenuhi orang2 seperti itu,  benarkah? Ya gak semuanya juga kok santé aja. Masih ada kok yang ke masjid pake sarung, ke pengajian pake peci, guru TPA pada pake Jilbab, ke kondangan pake batik, masih ada semua itu. Nah ini termasuk orang-orang yang tetap eksis di tengah modern. Saya lebih menghargai orang yang kayak gini. Terlihat lebih santé, rileks, elegant, rupawan dan rupawati. Dari pada yang “itu” keliatan tegang dan menegangkan, aneh bin ajaib, dan satu lagi …..(pikir sendiri aja).

Paragraph diatas ini. Kok bisa terjadi seperti itu? Karena tadi saya katakan ini pilihan bukan kepastian. Makanya ada berbagai macam sikap menghadapi sebuah trend dan mode itu. Mulai ni kita masuk pada Tri Kompetensi sikap mengolah gaya hidup seseorang. Ini saya tahu dari Mas Mudji Sutrisno dari buku berjudul Ruang Publik. apa tri kompetensi itu? Mariiii :

Sikap Selektivitas, apa maksudnya? Jadi dalam kompetensi ini orang itu berpendirian terhadap arus mode yang ada dan hanya memilih yang baik, cocok dengan kepribadianya. Seleksi pertimbanganya adalah pribadinya yang cerdas dan nuraninya dalam tampil terhormat dan berharkat.
Misalnya kalo ada orang bepergian ke mall tetep dengan pakaian ketika dia pergi menghadiri pengajian. Brani gak kayak gituuu? Hehe saya juga masih mikir ko, tapi berusaha dengan semaksimal mungkin. Nah yang pasti pada kompetensi ini adalah Ikhitiar. Memilih yang paling baik diantara yang baik, jadi apatis donk sama yang jelek? Iya apatis karena ndak ingin mengikuti arus yang tidak bermanfaat menurut dirinya. Tapi pertanyaanya, ngapain orang tadi ke mall? Ah gak tau ah,,,

Sikap Adaptasi, di sini berarti menyesuaikan terus-menerus dengan tawaran-tawaran ide dan citra modis dan pria tampan atau perempuan cantik yang sebagian disesuaikan kondisi diri orang itu, keluarganya dalam kondisi ekonomi, sosial dan cultural.
Misalnya komunitas Pria Metroseksual yang sukanya padikur madikur dimana-mana dan komunitas Hijaber. Itu dia sekarang yang merambat ke habitat orang jaman sekarang. Ada juga ya kan yang seperti ini,,,saya juga turut apresiasi aja dah yang penting dapat membuat orang lebih cantik dan tampan. Aminnnn…

Sikap Imitasi, Nahhh ini dia sikap yang “istimewa”, iya kah?  Iya benar ini sikap yang “istimewa” yang melanda manusia jaman edan ini. Kok bisa ya, ternyata pengertian sikap imitasi disini adalah sikap atau gaya hidup yang menirukan, membuat citra diri seseorang tiap kali di Imitasikan dengan tokoh publik, binatang (ups salah maksudnya BINTANG) atau arus mode dan gaya paling mutakhir lalu dilahap dan ditirulah setotal-totalnya.

Pada sikap ketiga inilah kebanyakan orang dengan meniru gaya hidup idolanya atau kelas glamor idola dengan kesamaan makanan, gaya pakaian, gaya rambut bahkan seg-segi yang secara sengaja ditawarkan oleh pasar iklan sebagai pencipta citra atau trend setter diambil dan di pakai sebagai cara hidup dan bergaya dalam hidup. (mas Mudji)

Ketika penentu gaya hidup yang dominan adalah pasar dengan iklan dan nilai konsumsi yang dipompa terus menerus untuk membeli yang baru, terus tampil modern, berakibat konsumtifnya gaya hidup karena penampilan dibayar amat mahal dengan membeli terus menerus mode pakaian terbaru, peralatan kecantikan terbaru, mobil dan aksesori untuk tampil elegan pada hal jati diri penampilan yang sebenarnya tetaplah dari jiwa yang dewasa dan kecantikan dari dalam kepribadian seseorang ( kutipan Ann Brydon dan Sandra Niessen dalam Consuming Fashion)

Ketika orang tidak merasa berharga dan tidak merasa percaya diri sebelum makan McDonald, minum Cocacola, Ngudut Dunhil Hijau Berfilter, BerParfum Dior, berbedak Awu eh bukan dink (pokoke sing paling larang) disitulah hidup yang dicitrakan oleh pasar konsumsi produk iklan benar-benar dihayati dalam sikap imitasi yang mengikuti gaya hidup tanpa sikap seleksi yang cerdas. (Mas Mudji)

Gejala seperti inilah yang menunjukan bahwa sikap imitasi dalam gaya hidup sudah menuju lampu merah peringatanan pentingnya penanaman sikap percaya diri melakukan seleksi dengan budi untuk tampil dari kecantikan dan ketampanan dalam atau jiwa pribadi. (mas Mudji)

Nah, istimewa kan kompetensi ini….kenapa coba? Karena penjelasanya paling panjang,,huhu
Disinilah letak seaneh-anehnya perilaku manusia, dan yang pasti dalam kompetensi ini adalah anda sudah “TERKONTAMINASI”

Yah begitulah orang-orang dengan kompetensi gaya hidup yang dimilikinya sekarang ini, dan terima kasih kalau misalnya setelah ini anda memilih salah satu dari tiga kompetensi ini. Santé saja ini pilihan kok, dan anda akan tahu dimana anda berpijak dari salah satu ketiga kompetensi tersebut. Namun saya berharap kalo kita semua memilih sikap seleksi dan tidak milih adaptasi dan Imitasi. Oh ya Imitasi mangnya apa coba artinya?...betul sekali artinya adalah Peniruan, Pemalsuan, Tiruan (ngutip Kamus ilmiah yang warna kuning itu).

Besar harapan kalau kita semua bisa untuk menghadapi serbuan iklan yang melanda karena itu merangsang NAFSU BIRAHI anda dalam menyikapi apa yang menjadi realitas bagi anda. Sudahlah ngapain kita bicara wesyaah wesyeeh bahasa korea bahasa jepang tapi gak mau belajar grammernya. Pake rambut gaya artis idolamu, ngarep sekali pengen punya wajah, tangan, sikil kayak idolamu. Sudahlah kasian anda, pake bedak mahal, pake parfum mahal, pake itu pake ini yang sebenarnya membuat anda tidak lebih tampan dan lebih cantik,,haha prok prok prok (malah nggodain,,huhu)

Terakhir, coba anda nasehati orang yang punya sikap Imitasi kebablasan. Coba nasehati mereka dengan penuh argument dan semangat dan setelah itu pula anda akan ditanya balik : “memangnya kenapa kalo saya seperti ini! Memangnya kenapa Kalo saya make ini make itu!memangnya kenapa kalo saya pengen jadi …. Pengen jadi …… pengen jadi……!!!! MASALAH BUAT LUUUWWW”!!!!!

Haha… Hayoooo gimana coba kalo responya kayak gitu,,wah wah kalo sudah kayak gitu silahkan jawab sendiri-sendiri yak.….

Sekian terima kasih dan BONGKAR KEBIASAAN BARU!!!

wa'alaikumsalam wr. wb

By. Sulistiyono S.A  (Pai Umy 2010)

Senin, 28 Januari 2013

Sirkuit Penerbangan Ke Alam Filsafat

"sapere aude” semboyan Aufklaerung


“Banyak orang tidak bahagia, karena mereka tak dapat berabstraksi. Orang merdeka dapat mencapai perkawinan yang baik, jika ia dapat mengabaikan kutil diwajah kekasihnya atau melupakan lubang giginya” (Imanuel Kant).

Maaf ya biasa kadang kalo mau belajar filsafat agak error dulu mungkin…ya begini dah jadinya…maaf..maaf…

Sebelumnya maaf ni saya memberanikan diri nulis coretan yang gak genah. Anda pernah berfilsafat? Pernah pastinya. Apa yang anda rasakan? Ah masing-masing punya jawaban sendiri saya juga gak mau njawab. Hehe..

Saya sempat merasa aneh dengan filsafat. Kenapa karena kerjaane mikir terus. Beneran dah yakin. Ojo kesinggung sek lhoo. Iya bener, setiap kali belajar filsafat bawaanya serius mulu merenung mulu dan sunyi senyap mulu. Gak tau kenapa ya. Ah mungkin memang kalo berfilsafat itu wajib gitu mungkinya…iya mungkin…(Kalo ketawa tawa namanya belajar ngelawak itu). Huhu

Ada yang pernah ngerasa ndenger ndak kalo kita ni mau belajar filsafat terus ada orang yang sinisnya minta ampun bilang kayak gini “ ah ah ah ngapain belajar filsafat, mau sesat belajar filsafat? Filsafat kuwe mung ngomong tok ra nana aksine, iya pa iya..(logat ngapak). Nah itu banyak orang ngomong kayak gitu, wah itu ngacok apa beneran itu ya yang ngomong, kalo banyak orang yang bilang begituan pada zaman kayak gini, wah bisa bisa kita ni ndak bisa urip sing tenanan, hidup mung mikiri duit lan weteng tok tambah lagi mikirin cewek tok. Haduh haduh. Nah ati-ati tuh ngadepin orang kayak gitu perlu argument yang kuat, solusinya apa coba? Belajar filsafat sing tenanan. Itu kuncinya ngadepin. Kalo orang mau belajar filsafat. Ndak usah sok sok an tahu tentang filsafat. Kalo ndak tahu ya bilang gak tahu. Jangan kayak saya sok sokan tahu filsafat padahal ngurusi hidup sendiri aja masih susah. Huhu

Berfilsafat?? Siapa takut!! Bilang gitu sama semua orang. Jangan ragu kalo anda belajar filsafat ndak ada gunanya. Siapa bilang?? Loh sekarang ni ya. Kalo kita mikir sing tenanan. Tatanan gobalisasi dunia sekarang itu gara-gara siapa? Ya gara-gara pemikiran filsafat. Gak percaya coba buka buku mbah Betran Russell judulnya “Sejarah Filsafat Barat” atau Buku nya kang Budi Hardiman judulnya “Pemikiran-Pemikiran Yang Membentuk Modern”. Buka saja sampai kemeng (pengalaman) hehe..Nah dari pemikiran filsafatlah berkembangnya tatanan dunia ini. Coba sekarang kita urutkan. Urutanya kan ide à pemikiran à konsep à aksi (kalo salah biarin aja!) jadi awal dari aksi kan pemikiran, lebih dasar lagi pemikiran filosofis. Sekarang dunia terbentuk dari situ mulai dari media masa, ekonomi, politik dan lain sebagainya, kadang juga masuk tanpa izin ke wilayah agama. Semua itu awal dari filsafat, masih kurang jelas? Kita lanjutkan lain waktu…

Selanjutnya, Untuk mengawali filsafat, harus difahami bahwa filsafat jangan pandang melulu itu merupakan sebuah kerangka teoritis yang njlimetnya minta ampun. Bisa tidak kita jelmakan bahwa filsafat bukan hanya disiplin teoritis spesial yang dinamakan filsafat, tetapi suatu cara hidup yang kongkrit dan total tentang manusia dan alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang (ngutip bukunya pak H.M Rasyidi judulnya Persoalan2 filsafat). Artinya apa donk berarti? Artinya bahwa tujuan belajar filsafat bukan hanya sampai pada pengetahuan akan pemikiran-pemikiran yang telah ada tentang totalitas manusia dan alam tapi sampai pada ranah suatu jalan hidup dengan penuh kebijaksanaan. Nah itu…

Wah maaf. Dari tadi udah muter-muter gak genah kemana arah pikiran langsung saja kita buat tips bagaimana petunjuk penerbangan ke alam filsafat. Nah ini saya dapat dari kang F. Budi Hardiman dalam Bukunya Pemikiran-Pemikiran Yang Membentuk Modern. Ini diantara tipsnya

1. Belajarlah Menjadi Pemula, yakni : Pemula dalam segala hal termasuk pemula dalam mengetahui hidup ini. Hanya mereka yang merasa pemula dapat merasa heran bahwa dunia ini ada, mereka ada, tuhan ada dan seterusnya. Nah mikir ya? Ya memang harus mikir. Ini disini maksudnya bukan mempertanyakan kembali akan keberadaan dunia ini, kok ada tuhan, dan seterusnya tapi ini untuk mengasah kemampuan kita ini, nyadar ndak kalo kita ini punya tuhan, terus mau diapain tuh tuhan, terus nyadar ndak kalo kita ni manusia trus mau ngapain kita ini. Dan seterusnya. (konsep kita sebagai seorang muslim masuk)

2. Jangan percaya begitu saja pada bahwa dunia luar itu ada. Akal sehat mengatakan bahwa maatahari yang muncul tiap pagi itu ada lepas dari kesadaran kita. Namun filsafat mempersoalkan apakah benda diluar pikiran kita itu sungguh berada di luar pikiran ataukah pantulan konstruksi pikiran kita. Nah lhoo coba belajar tanya2 sendiri kayak gitu. Pasti anda merasakan nikmatnya memikirkan jawaban dengan pertanyaan seperti itu. Hehe. Ibaratnya ya jangan percaya begitu saja pada kekasih yang kita pilih. Siapa tahu dia Cuma pelarian semata sama kita. Pissssss

3. Lucutilah ciri-ciri kongkret yang anda lihat dan temukan ciri-ciri umum dalam hal-hal konkret itu. Singkirkan ciri-ciri meja di depan anda ini seperti bentuknya, warnanya, beratnya dan seterusnya maka pada analisis terakhir anda akan menemukan ciri umum yang membuat meja itu sama dengan genting, hidung, mentimun dan lainya. Artinya ini untuk melatih indentifikasi daya substansi obyek yang kita bicarakan, sejauh mana kita tahu akan kaitan antar obyek tersebut.

4. Carilah titik pangkal dari segala sesuatu yang anda alami atau amati. Misal mana dulu ayam atau telur, ini walaupun susah dijawab tapi kalo anda mau berfilsafat jawablah salah satu. Ini menunjukan eksistensi rasio anda sebagai manusia.

5. Pikirkanlah bagian-bagian tanpa melepaskaanya dari keseluruhan. Ini mengandung arti tentang semua ranah masalah yang kita lihat maka itu berkaitan dengan yang lain (Totalitas Jaringan)

Nah itu tips menuju penerbangan alam filsafat. Ndak usah takut tiketnya mahal ikut rute penerbangan filsafat ini. Di jamin gratis dan halal. Ayo ayoo..Kalo masih mikir bagaimana tips itu berarti anda sudah terindikasi berfilsafat, maka bersyukurlah anda. 

Haduhh…Tapi satu pertanyaan terakhir dari saya Ngapain ya saya Nulis kata-kata Imanuel Kant di awal tulisan???jadi mikir saya ini.. ”*_*

by. Sulistiyono S. A. (Pai Umy 2010)
 

Sabtu, 12 Januari 2013

Eksistensi KPK dalam Konteks Ilmu

Keadilan terhadap korupsi di Indonesia



A.    Pendahuluan
Tidak diragukan lagi bahwa, tujuan utama Al-quran adalah menegakkan tata masyarakat yang adil, berdasarkan etika, yang dapat bertahan dimuka bumi ini. Apakah individu yang lebih penting sedang masyarakat adalah instrumen yang diperlukan dalam penciptaannya atau sebaliknya, itu hanya merupakan masalah akademis, karena tampaknya individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan. Tidak ada individu yang hidup tanpa masyarakat. Sudah tentu konsep-konsep amal perbuatan manusia yang telah kita bahas di atas terutama sekali konsep takwa, hanya memiliki arti di dalam sebuah konteks sosial.
Bahkan, ide berbuat aniaya terhadap diri sendiri (azzulmunnafsy) yang akhirnya menghancurkan individu-individu dan terutama sekali masyarakat sesungguhnya berarti menghancurkan hak untuk hidup dalam pengertian sosial historis. Apabila Al-quran berbicara mengenai kematian individu-individu misalnya fir’aun dan korah pada dasarnya yang dikemukakannya adalah sifat yang menghancurkan diri sendiri dalam suatu way of life,masyarakat dan kebudayaan tertentu

B.    Latar belakang
Indonesia adalah negara yang berasaskan pancasila, mayoritas  populasi  penduduknya adalah beragama Islam, Indonesia merupakan negara hukum yang pada dasarnya memegang teguh peraturan-peraturan positif untuk menegakkan pilar-pilar keadilan.
Namun di tengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini “Korupsi” telah menjamur dan menjadi hampir budaya yang melekat pada kaum elit masyarakat,  tidak hanya dikalangan tingkatan DPR akan tetapi sampai  tingkatan daerah-daerah banyak ditemukan  kasus-kasus korupsi.
Dalam upaya untuk menanggulangi dan memberantas kegiatan korupsi tersebut, maka pemerintah membentuk suatu lembaga indpendent sebagai pemberantas korupsi yang disebut “KPK” (Komisi Pemberantasan Korupsi).

C.    Pembahasan
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan.
Fungsi dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi :
1.    Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
2.    Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
3.    Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
4.    Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5.    Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
-    Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
-    Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
-    Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
-    Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
-    Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Beberapa kasus yang telah ditangani KPK antara lain :
1.    10 April 2008 Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah ditahan di Rutan Mabes Polri. Burhanuddin diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar. Burhanuddin sudah di vonis pengadilan tipikor lima tahun penjara.
2.    13 Agustus KPK menahan mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games setelah ditangkap di Cartagena, Colombia pada tanggal 6 Agustus 2011.
3.    2 Juni 2011 KPK menangkap tangan Hakim Syarifuddin diduga menerima suap Rp250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia (PT SCI), Puguh Wirawan. Selain uang Rp250 juta, KPK juga menemukan uang tunai Rp142 juta, US$116.128, Sin$245 ribu, serta belasan ribu mata uang Kamboja dan Thailanddi rumah dinas Syarifudin.

Dengan kata lain, fungsi KPK disini adalah secara tidak langsung mengaplikasikan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 188 yaitu : 
“Dan janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, dan jangan pula kalian mengajukan (perkara) harta itu kepada hakim supaya kalian dapat memakan sebagian harta orang lain dengan cara dosa, padahal kalian mengetahui.”

Wa la ta’kulu amwalakum bainakum bil bathili (dan janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil), yakni dengan cara penindasan, pencurian, perampasan, sumpah palsu, dan lain sebagainya. Wa tud-lu biha (dan [janganlah] kalian mengajukan [perkara] harta itu), yakni kalian bersikeras membawanya. Ilal hukkami li ta’kulu fariqan (kepada hakim supaya kalian dapat memakan sebagian), yakni supaya kalian bisa memakan sejumlah. Min amwalin nasi bil itsmi (harta orang lain itu dengan cara dosa), yakni dengan sumpah palsu. Wa a?tum ta‘lamun (padahal kalian mengetahui) hal itu. Maka Umru-ul Qais pun mengakui harta tersebut (bukan miliknya) setelah turunnya ayat ini. 
Sebagai makhluk sosial, manusia mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya dan membutuhkan lingkungan dimana ia berada. Ia menginginkan lingkungan sosial yang ramah, peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu-membantu, taat pada aturan, tertib, disiplin, menghargai hak-hak asasi manusia dan sebagainya. Lingkungan yang demikian itulah yang memungkinkan ia dapat melakukan berbagai aktivitasnya dengan tenang, tanpa terganggu hal yang dapat merugikan dirinya.

Untuk itu, tugas pemberantas korupsi sebagai penegak keadilan di Negara ini sangatlah berkesesuaian dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat  90 yang berbunyi :
 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Kata adil sebagaimana terdapat pada ayat-ayat tersebut menurut Al -Maraghi adalah (memperlakukan segala sesuatau secara sama,tanpa menambah dan tanpa mengurangi). Sedangkan yang di maksud adil dalam ayat tersebut adalah (memenuhi yang baik dan yang buruk), sedangkan kata ihsan lebih tinggi dari kata Al-Khair adapun kata itaa’i dzilqurba berarti memberikan hak kaum kerabat dengan cara bersilaturrahmi dan berbuat baik.Kata Al-fahsya ’berarti sesuatu yang berupa ucapan dan perbuatan yang di nilai buruk, seperti berzina, minum khomr, terlebih-lebih dalam mendapatkan harta yang mencuri, serta perbuatan tercela lainnya.
Sedangkan kata munkar yaitu yang timbul karena dasar amarah yang kuat, seperti memukul dengan bengis dan mengganggu manusia lainnya.adapun kata Al-Baghy  berati merasa lebih tinggi dari orang lain dan memaksa orang lain dengan cara memusuhi dan berbuat dzalim.dan kata Al-wadz berarti mengingatkan orang lain agar berbuat baik dengan memberi nasehat dan petunjuk.kesimpulan yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah : bahwa Allah menyuruh manusia agar berbuat adil, yaitu menaikkan kadar kewajiban berbuat baik dan terbaik dengan meningkatkan kepatuhan dan menjunjung tinggi perintah tuhan, berbuat kasih sayang pada ciptaannya dengan bersilaturrahmi pada mereka.
Untuk mencapai kesejahteraan hidup masyarakat, salah satunya adalah dengan memberantas tuntas praktek korupsi sampai keakar-akarnya, karena dampak yang ditimbulkan oleh koruptor sangatlah signifikan, mempengaruhi perekonomian secara luas. Allah menetapkan hukum masyarakat dalam Al-Quran yang menyangkut perubahan adalah yang dirumuskan dalam firman Allah surat Ar-Ra’ad ayat 11:
“...sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubah (mengubah terlebih dahulu) apa yang ada pada diri mereka(sikap mental mereka)...”
Yakni, tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka. Ayat ini berbicara tentang dua macam perubahan dengan dua pelaku. Pertama, perubahan masyarakat yang pelakunya adalah Allah SWT; dan kedua, perubahan keadaan diri manusia yang pelauknya adalah manusia. Perubahan yang dilakukan oleh tuhan terjadi secara pasti melalui hukum-hukum masyarakat yang ditetapkannya. Hukum-hukum tersebut tidak memilih atau membedakan satu masyarakat atau kelompok dengan masyarakat atau kelompok lain. Siapapun yang mengabaikan akan digilasnya, sebagai mana yang terjadi kini pada masyarakat Islam, dan sebagai mana terjadi pada masyarakat yang dipimpin oleh nabi sendiri dalam perang Uhud. Agaknya yang perlu mendapat pembahasan disini adalah pelaku kedua, yaitu manusia.

D.    Kesimpulan

Keadilan yang ditegakkan Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini sangat berpengaruh untuk menciptakan sebuah kesejahteraan masyarakat, karena sampai saat ini Negeri yang berkelimpahan jutaan kenikmatan ini masih krisis akan kesejahteraan. Jadi,  peran KPK untuk mengusut kasus-kasus korupsi sampai tuntas, sehingga tidak ada ruang bagi koruptor untuk bersarang lagi, maka keadilan sangat perlu ditegakkan untuk mewujudkan Indonesia Raya dan perekonomian yang sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

Oleh IMMawan Ahmad Azizuddin (Epi Umy 2010)

Referensi :

DR. H. Abuddin Natta, MA. 2002. Tafsir ayat-ayat pendidikan. Jakarta : PT.Raja Gravindo Persada.

DR. M. Quraish Shihab. 2004.  Membumikan Al-qur’an, Bandung : PT. Mizan Pustaka.

Rahman. Fazlur. 1996. Tema pokok Al-quran. Bandung : Pustaka

http://www.kpk.go.id/modules/edito/content.php?id=2

Tafsir Ibnu Abbas, Al-qur’an digital

Kamis, 10 Januari 2013

Rabu, 09 Januari 2013

Pembuatan Jaket IMM FAI Terbaru



Selasa, 08 Januari 2013

Bedakan Dirimu



Contact Us

Mempererat tali silaturahmi sangatlah penting mengingat kita sebagai manusia yang bisa dikenal sebagai mahluk sosial. Silaturahmi akan menjadikan kita lebih bersaudara. Jadi, teman-teman dan saudara sekalian bisa menghubungi kami melalui alamat ini :

Komisariat IMM Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Kampus Terpadu UMY
Jl.Lingkar Selatan Tamantirto,Bantul
Yogyakarta
55183
Alamat email : Sains.immfai@gmail.com
Alamat Fb : IMM KOMISARIAT FAI UMY
Alamat twitter : Masih dalam proses
Nomor yang bisa dihubungi : 085728618945


Sekian....

Minggu, 06 Januari 2013

Hasil Sebanding dengan Usaha



Sabtu, 05 Januari 2013

Selasa, 01 Januari 2013

Hakikat dan Tujuan Ilmu Menurut Pandangan Islam




A.     Pendahuluan

          Telah banyak tantangan yang muncul di tengah-tengah kekeliruan manusia sepanjang sejarah, tetapi barangkali tidak ada yang lebih serius dan lebih merusak terhadap manusia  daripada tantangan yang di bawa oleh peradaban Barat saat ini. Seorang pemikir Islam abad ini, Syed Muhammad Naquib al-Attas berani mengatakan bahwa “tantangan terbesar yang muncul secara diam-diam di zaman kita adalah tantangan ilmu, sesungguhnya bukan sebagai lawan kejahilan, tetapi ilmu yang difahami dan disebarkan ke seluruh dunia oleh peradaban Barat.

             Hakikat ilmu telah menjadi bermasalah karena ia telah kehilangan tujuan hakikinya akibat dari pemahaman yang tidak adil. Ilmu yang seharusnya menciptakan keadilan dan perdamaian, justru membawa kekacauan dalam kehidupan manusia bahkan ilmu yang terkesan nyata justru menghasilkan kekeliruan. Ilmu yang di sajikan dan disampaikan dengan topeng dilebur secara halus bersama-sama dengan ilmu yang benar sehingga orang lain tanpa sadar menganggap secara keseluruhannya merupakan ilmu yang sebenarnya. Watak, kepribadian, esensi, dan ruh peradaban Barat seperti apakah yang telah mengubah dirinya sendiri serta dunia ini dan membawa semua yang menerima tafsiran ilmu itu ke dalam suatu kekacauan yang menuju kepada kehancuran ? ‘Peradaban Barat’ yang Al- Attas maksudkan adalah peradaban yang berkembang dari pencampuran historis berbagai kebudayaan, filsafat, nilai dan aspirasi Yunani dan Romawi kuno, penyatuannya dengan ajaran Yahudi dan Kristen dan perkembangan serta pembentukan lebih jauh yang dilakukan oleh orang-orang Latin, Germanik, Celtik, dan Nordik. Dari Yunani kuno diserap unsur-unsur filosofis, epistemologis, dasar-dasar pendidikan, etika, dan estetika. Dari Romawi diserap unsur- unsur hukum, ketatanegaraan, dan pemerintahan. Dari ajaran Yahudi dan Kristen diserap unsur-unsur keyakinan beragama. Dan dari orang-orang Latin, Germanik, Celtik, dan Nordik kemerdekaan, semangat kebangsaan dan nilai-nilai tradisi mereka, serta pengembangan ilmu sains (fisika) dan teknologi. Dengan kekuatan ini, bersama bangsa Slavia, mereka telah mendorong peradaban ini ke puncak kekuasaan. Islam juga telah memberikan banyak sumbangan yang penting kepada peradaban Barat di dalam bidang ilmu dan di dalam menanamkan semangat rasional dan sains. Tetapi ilmu serta semangat rasional dan sains itu telah di susun kembali dan ditata ulang untuk di sesuaikan dengan acuan kebudayaan Barat, sehingga melebur dan menyatu dengan unsur-unsur yang lain yang membentuk watak serta kepribadian peradaban Barat.

B.      Hakikat Manusia

            Manusia memiliki hakikat ganda atau dwi hakikat (dual nature), ia adalah jiwa dan raga, ia adalah suatu diri jasmani dan ruh sekaligus yang tertera dalam QS. Al-Hijr: 29 dan QS. Al-Mu’minun: 12-14. Allah SWT mengajarkan nama-nama (al-asma’) tentang segala sesuatu (QS. Al-Baqarah : 31). Dengan ‘nama-nama itu’ dapat disimpulkan bahwa yang di maksud adalah ilmu (al-‘ilm) tentang segala sesuatu (al-ashya’).
 
            Tempat ilmu ini, baik al’ilm maupun ma’rifah, ada pada jiwa manusia (al-nafs), hatinya (al-qalb), dan akalnya (al-‘aql). Oleh karena manusia mengetahui (‘arafa) Allah dengan mentauhidkannya sebagai tuhan sejati, maka ilmu tersebut serta realitas keadaan yang terkait dengannya mempunyai kesan mengikat manusia dalam suatu perjanjian yang menentukan dalam hidup, perilaku, dan perbuatannya dalam hubungan antara dirinya dengan Allah SWT(QS. Al-a’raf: 172). ‘Keterikatan’ dan ‘penentuan’ manusia dengan Tuhannya dalam suatu perjanjian ini dalam hal tujuan hidup, perilaku dan perbuatannya ini pada dasarnya merupakan keterikatan dan penentuan dalam bentuk agama (din) dan penyerahan diri (aslama) yang sejati. Maka, din dan aslama kedua-duanya berkait erat dalam hakikat manusia (fitrah). Tujuan sejati manusia adalah untuk menjalankan ‘ibadah kepada Allah (QS. Az-Zariyat: 56), dan kewajibannya adalah taat (ta’ah) kepada Allah SWT sesuai dengan hakikat dasar (fitrah) yang telah di ciptakan Allah baginya(QS. Ar-rum: 30). Tetapi di samping itu manusia juga “bersifat alpa atau lupa (nisyan)”. Manusia disebut insan adalah karena setelah bersaksi akan kebenaran perjanjian yang menuntutnya untuk mematuhi perintah dan larangan Allah, ia alpa (nasiya) memenuhi kewajiban dan tujuan hidupnya itu (di riwayatkan dari Ibnu ‘Abbas), “Sesungguhnya manusia disebut insan karena setelah berjanji dengan-Nya, ia lupa (nasiya)”, dengan merujuk kepada (QS. Ta Ha: 115). Sifat alpa ini merupakan penyebab keingkaran manusia, dan sifat tercela ini mengerahkannya kepada ketidakadilan(zulm) dan kejahilan (jahl)(QS. Al-Ahzab:72). Namun demikian, Allah SWT telah melengkapinya dengan daya pandangan dan kefahaman yang benar dan kecenderungan menikmati kebenaran sejati serta percakapannya dan komunikasi yang benar.

               Selain itu Allah SWT telah melengkapinya dengan kecerdasan untuk membedakan yang benar dari yang salah, atau kebenaran dari kepalsuan. Meskipun kecerdasan itu mungkin membingungkannya, asalkan ia jujur dan setia terhadap hakikat dirinya yang benar, maka Allah dengan segala karunia, belas kasih dan rahmatNya, jika Ia menghendaki akan memberikan petunjukNya(huda) untuk membantunya memperoleh kebenaran dan perilaku yang benar.
Untuk menyimpulkan semua penjelasan di atas, maka dapat kita katakan sekarang bahwa manusia secara keseluruhan adalah tempat(makan atau mahall) bagi kemunculan din dan oleh karena itu ia seperti sebuah kota. Sejatinya seorang manusia tak ubahnya dengan seorang penghuni kota di dalam dirinya, penduduknya dari kerajaan dari miniaturnya sendiri.

C.      Hakikat Ilmu

                Secara umum dapat difahami bahwa ilmu tidak memerlukan pendefinisian(hadd).  Makna yang terkandung dalam istilah ‘ilm secara alami dapat langsung dimengerti manusia berdasarkan pengetahuannya tentang ilmu. Karena ilmu adalah salah satu sifat yang paling penting baginya. Apa arti ilmu telah jelas baginya sehingga tidak diperlukan penjelasan yang menerangkan sifat khususnya. Telah diterima bahwa ilmu dapat diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur yang utama, sehingga dasar pengklasifikasian, selama yang berhubungan dengan manusia itu dapat bermanfaat. Semua ilmu datang dari Allah SWT. Untuk tujuan pengklasifikasian yang sesuai dengan tindakan kita, kita katakan bahwa dengan cara yang sama sebagaimana manusia yang terdiri dari dwi hakikat yang memiliki dua jiwa, demikian pula ilmu terbagi kepada dua jenis, yang satu adalah hidangan dan kehidupan bagi jiwanya, dan yang lain adalah bekalan untuk melengkapkan diri manusia di dunia untuk mengejar tujuan- tujuan pragmatisnya.

                Ilmu jenis pertama diberikan oleh Allah melalui wahyuNya kepada manusia, dan ini merujuk kepada Kitab Suci al-Qur’an. Al-Qur’an adalah wahyu yang lengkap dan terakhir, sehingga ia sudah mencakupi sebagai bimbingan dn keselamatan manusia, dan tidak ada ilmu selainnya, kecuali yang didasarkan atasnya dan yang merujuk kepadanya, yang dapat membimbing dan menyelamatkan manusia.

                 Di sini kita akan membicarakan ilmu pada tingkat ihsan, yaitu ketika ibadah telah tercapai, atau dengan kata lain serupa dengan ma’rifah. Karena ilmu tersebut pada akhirnya bergantung kepada Rahmat Allah sebagai prasyarat memperolehnya, maka dapatlah disimpulkan bahwa untuk mendapatkan ilmu tersebut ilmu tentang dasar-dasar Islam (islam-iman-ihsan), prinsip-prinsipnya(arkan), arti dan maksudnya, serta pemahaman dan pelaksanaannya yang benar dalam kehidupan dan amalan sehari-hari. Setiap Muslim harus mempunyai ilmu tentang persyarat itu, harus mengerti dasar-dasar islam dan Keesaan Allah, Esensi-Nya, dan sifat-sifat-Nya(tauhid), harus mempunyai ilmu tentang Al-Qur’an. Nabi SAW, sunnah dan kehidupannya, serta mengamalkan ilmu itu yang didasarkan pada amal dan pengabdian pada Allah sehingga setiap Muslim sudah berada dalam peringkat awal ilmu tingkat pertama tersebut, bahwa ia sudah siap sedia di atas jalan lurus yang akan membimbingnya menuju Allah. Pencapaiannya dalam mengejar kebaikan tertinggi(ihsan) akan bergantung kepada ilmunya sendiri, kemampuan, kekuatan perenungan, pencapaian serta keikhlasan.

                Jenis ilmu yang kedua merujuk kepada ilmu-ilmu sains (‘ulum) yang diperoleh melalui pengalaman, pengamatan, dan penelitian. Ilmu jenis pertama diberikan oleh Allah kepada manusia melalui pengungkapan langsung, sedangkan yang kedua melalui usaha penyelidikan rasional dan didasarkan atas pengalamannya tentang segala sesuatu yang dapat di tangkap pancaindra dan difahami oleh akal. Yang pertama merujuk kepada ilmu tentang kebenaran objektif  yang diperlukan untuk membimbing manusia, sedangkan yang kedua merujuk kepada ilmu mengenai data yang dapat di tangkap oleh pancaindra dan difahami akal yang dipelajari untuk kegunaan dan pemahaman kita.

             Dari sudut pandang manusia, dua jenis ilmu itu harus di peroleh melalui perbuatan secara sadar(‘amal), karena tidak ada ilmu yang berguna tanpa amal yang lahir dari ilmu tersebut, dan tidak ada amal yang bermakna tanpa ilmu. Ilmu yang jenis pertama menyingkap misteri wujud dan eksistensi dan mengungkapkan hubungan sejati antara diri manusia dan Tuhannya, dan oleh karena bagi manusia ilmu tersebut terkait dengan tujuan utama manusia untuk mengetahui, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu mengenai prasyarat ilmu tersebut menjadi dasar dan asas utama untuk ilmu jenis kedua, karena ilmu yang kedua itu sendiri, tanpa bimbingan ilmu yang pertama, tidak akan dapat menuntun manusia degan benar di dalam kehidupannya dan hanya akan membingungkan, mengelirukan, dan menjerat manusia ke dalam kancah pencarian yang tanpa akhir dan tujuan.

             Kita juga melihat bahwa ada batas bagi manusia terhadap ilmu jenis pertama dan tertinggi itu, sementara tidak ada batas bagi ilmu jenis kedua, sehingga selalu wujud kemungkinan pengembaraan tanpa henti yang didorong akibat penipuan intelektual dan khayalan diri di dalam keraguan dan keingintahuan yang berterusan.
Pembagian kewajiban mencari ilmu ke dalam dua kategori ini merupakan suatu cara menerapkan keadilan terhadap ilmu dan bagi orang yang mempelajarinya, karena semua ilmu tentang prasyarat ilmu jenis pertama adalah baik untuk manusia, sedangkan tidak semua ilmu jenis kedua baik untuknya. Ini karena orang yang mempelajari ilmu jenis kedua ini, yang dapat membawa pengaruh yang cukup besar dalam peranan dan kedudukan sekularnya sebagai warga negara, belum tentu merupakan seorang manusia yang baik. Konsep ‘manusia yang baik’ dalam Islam tidak hanya bermaksud ‘baik’ dalam pengertian social seperti difahami orang pada umumnya, tetapi ia juga mesti pertama-tama baik terhadap dirinya, tidak berlaku zalim(tidak adil) terhadap dirinya sebagaimana yang telah diterangkan.
Sekiranya ia tidak dapat adil terhadap dirinya, bagaimana ia dapat benar-benar adil terhadap orang lain?
Jadi kita melihat bahwa dalam islam: (a) ilmu merangkumi iman dan kepercayaan serta (b) tujuan menuntut ilmu adalah penanaman kebaikan atau keadilan dalam diri manusia sebagai manusia dan diri pribadi, dan bukannya sekadar manusia sebagai warga negara atau bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Inilah nilai manusia sebagai manusia sejati, sebagai penduduk dalam kota dirinya (self’s city), sebagai warga negara dalam kerajaan mikrokosmiknya sendiri, sebagai ruh. Inilah yang perlu ditekankan, manusia bukan sekedar suatu diri jasmani yang nilainya di ukur dalam pengertian pragmatis yang melihat kegunaannya bagi Negara, masyarakat, dan dunia.

                  Sebagai landasan dan filosofis bagi tujuan dan maksud pendidikan, dan bagi pembinaan suatu ilmu teras yang terpadu dalam system pendidikan, Al-Attas merasakan penting untuk mengumpulkan kembali sifat utama pandangan islam tentang realitas. Melihat bahwa pandangan Islam terhadap realitas itu terpusat pada wujud, maka dari itu dengan cara yang sama wujud dalam islam dilihat dari suatu hierarki dari yang tertinggi hingga yang terendah. Dalam konteks ini terlihat juga hubungan antara manusia dan alam semesta, kedudukannya dalam urutan wujud dan gambaran analogisnya sebagai suatu mikrokosmos yang mencerminkan suatu makrokosmos dan bukan sebaliknya. Ilmu juga di susun secara hirarki, dan tugas kita pada masa ini adalah untuk merombak system pendidikan yang kita ketahui dan dalam beberapa hal mengubahnya, sehingga ia mencerminkan aturan disiplin di dalam system Islam.

D.     Definisi dan Tujuan Pendidikan

                Keadilan sebagai suatu keadaan yang harmoni atau keadaan dimana segala sesuatu berada pada tempatnya yang benar dan tepat, situasinya dalam hubungan dengan yang lain dan keadaannya dalam hubungan dengan diri sendiri. Kemudian disebutkan bahwa ilmu tentang ‘tempat yang benar’ bagi suatu benda atau suatu wujud adalah suatu kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah ilmu yang diberikan oleh Allah untuk memungkinkan orang yang berilmu tersebut berada padanya untuk mengamalkannya sehingga ia (pengamalan dan keputusan) menyebabkan lahirnya keadilan. Dengan demikian keadilan adalah keadaan eksistensial dari kebijaksanaan yang terjelma di dalam hal-hal yang diserap oleh pancaindra dan difahami akal serta didalam alam spiritual yang berkaitan dengan jiwa manusia. Penjelmaan luaran keadilan didalam kehidupan dan masyarakat itu tidak lain daripada hadirnya adab di dalam kehidupan masyarakat. Pengertian adab pada asalnya adalah undangan kepada suatu jamuan. Konsep jamuan ini membawa makna bahwa tuan rumah adalah seorang yang mulia dan terhormat, dan ramai orang yang hadir, sedangkan para hadirin adalah mereka yang dalam penilaian tuan rumah patut mendapat penghormatan atas undangan itu. Oleh karena itu mereka adalah orang budiman dan terhormat yang diharapkan berperilaku sesuai dengan kedudukan mereka, dalam percakapan, tingkah laku dan etika yang penuh dengan kesopanan. Demikian pula halnya ilmu harus di sanjung dan dinikmati serta di dekati dengan cara yang sama sesuai dengan ketinggian yang dimilikinya. Dan inilah sebabnya Al-Attas mengatakan bahwa analogi ilmu adalah hidangan dan kehidupan bagi jiwa itu. Berdasarkan pengertian ini maka adab juga berarti mendisiplinkan fikiran dan jiwa. Ia merupakan perolehan sifat-sifat dan ciri-ciri yang baik bagi fikiran dan jiwa. Ia juga pelaksanaan perbuatan benar dan tepat  sebagai lawan dari perbuatan yang salah dan keliru sehingga menjadi  benteng yang melindungi dari keaiban.  Analogi dari undangan ke suatu jamuan  untuk ikut menikmati makanan yang lezat, dan kepada ilmu untuk menjadi hidangan bagi akal dan jiwa, dinyatakan secara jelas dan mendalam dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud ra.

اِنَّ هَذَا القُرْانُ مَأْدَبَةٌ اللَّهِ فِيْ اْلاَرْضِ فَتَعَلَّمُوْا مِن مَأَدَّبَتِهِ

“Sesungguhnya Kitab Suci Al-Qur’an ini adalah jamuan Allah di bumi, maka belajarlah dengan sepenuhnya dari Jamuan-Nya”
Maka kitab suci Al-Qur’an adalah undangan Allah ke suatu jamuan spiritual di bumi dan kita di nasihati untuk ikut mengambil bagian dengan cara mengambil ilmu sejati darinya. Pada akhirnya ilmu yang benar itu adalah ’mengecap rasanya yang sejati’, dan itulah sebabnya di katakan sebelum ini, dengan merujuk kepada unsur-unsur utama ilmu jenis pertama, bahwa manusia menerima ilmu dan kebijaksanaan spiritual dari Allah melalui ilham secara langsung. Pengalaman tersebut hampir secara serentak menyingkapkan realitas dan kebenaran sesuatu kepada penglihatan spiritualnya. Seseorang yang di dalam dirinya tersimpan adab mencerminkan kebijaksanaan, dan dalam kaitannya dengan masyarakat adab merupakan pengaturan susunan yang adil di dalamnya. Maka adab adalah persembahan keadilan sebagaimana di cerminkan oleh kebijaksanaan, dan ia adalah pengakuan terhadap berbagai hirarki dalam susunan wujud, eksistensi, ilmu, dan perbuatan yang sesuai dengan pengakuan itu. Sehingga tujuan mencari ilmu dalam islam adalah untuk menanamkan kebaikan atau keadilan pada manusia sebagai manusia dan diri pribadi. Oleh karena itu tujuan pendidikan dalam islam adalah untuk melahirkan manusia yang baik. Apa yang dimaksudkan dengan ‘baik’ dalam konsep kita tentang ‘manusia baik’ ? Unsur asasi yang terkandung dalam konsep pendidikan islam adalah penanaman adab, karena adab dalam pengertian yang luas meliputi kehidupan spiritual dan material manusia yang menumbuhkan sifat kebaikan yang dicarinya. Pendidikan adalah tepat seperti yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:

اَدَبَنِيْ رَبِّيْ فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِيْ

“Tuhanku telah mendidik (addaba) aku, dan menjadikan pendidikanku (ta’dib) yang terbaik.”
Pendidikan adalah menyerapkan dan menanamkan adab pada manusia dan ia adalah ta’dib. Jadi adab adalah apa yang mesti ada pada manusia jika ia ingin mengurus dirinya dengan cemerlang dan baik dalam kehidupan ini dan hari akhirat.

E.      Sistem Aturan dan Disiplin Islam

             Sebelum ini kita telah menyebut suatu sistem aturan dan disiplin dalam islam. Islam adalah contoh terbaik dari aturan dan disiplin kosmos Illahi, dan orang yang sadar akan takdirnya dalam islam mengetahui bahwa dengan pengertian yang sama ia juga suatu aturan dan disiplin. Ia sendiri bagaikan sebuah kota, sebuah kerajaan dalam bentuk miniatur, karena di dalam dirinya seperti juga di dalam seluruh umat manusia. Manusia tahu bahwa dirinya mengetahui, dan pengalaman dari pengetahuannya seperti itu memberitahu dirinya bahwa ia adalah wujud dan eksistensi sekaligus, suatu kesatuan tetapi juga keberagaman, ia senantiasa wujud tetapi pada saat yang sama bersifat fana, pada suatu sisi ia tetap tetapi pada sisi yang lain berubah. Kepribadiannya sejak kelahiran hingga kematiannya sebagai suatu fenomena wujud tidaklah berubah sekalipun diri jasmaninya selalu berubah dan akhirnya akan mengalami kemusnahan.
Hal ini terkait dengan hakikat bahwa kepribadiannya merujuk kepada sesuatu yang tetap dalam dirinya, jiwa akalinya. Seandainya bukan karena sifatnya yang tetap ini, maka tidak mungkin bagi ilmu untuk berada dalam dirinya. Karena hakikat kepribadiannya yang tetap, maka demikian pula pendidikan dalam islam merupakan suatu proses yang terus-menerus sepanjang masa hidupnya di bumi dan ia meliputi setiap aspek kehidupan ini. Dari sudut pandang pemakaian linguistic, kita harus melihat bahwa hakikatnya istilah ‘ilm telah digunakan dalam islam untuk merangkumi keseluruhan kehidupan diantaranya spiritual, intelektual, keagamaan, kebudayaan,  perseorangan dan social, yang sifatnya adalah universal, dan bahwa ia penting untuk menuntun manusia meraih keselamatannya.

                Zaman paling awal islam memulai system pendidikannya secara besar-besaran dengan masjid sebagai pusatnya hingga sekarang ini, sehingga berkembang lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas-universitas, TPA, sekolah, dll. Dan dalam ilmu kedokteran, astronomi dan ilmu-ilmu pengabdian berkembanglah rumah sakit-rumah sakit, puskesmas,dll. Dan perlu kita ketahui bahwa perguruan-perguruan tinggi Barat di bentuk meniru model islam. Namun sekarang justru terbalik ciri-ciri umum dan struktur universitas-universitas masa sekarang  yang meniru betul-betul model barat dan masih mengungkapkan secara jelas jejak asal islamnya. Asal-usul nama institusi itu berasal dari bahasa Latin universitatem  yang dengan jelas mncerminkan konsep kulliyyah yang berasal dari islam pada mulanya. Tetapi universitas yang kemudian dikembangkan di Barat dan di tiru hari ini di seluruh dunia tidak lagi mencerminkan manusia. Ibarat manusia tanpa kepribadian, universitas modern tidak mempunyai pusat yang sangat penting dan tetap, yang menjelaskan tujuan akhirnya. Ia tetap menganggap dirinya memikirkan hal-hal universal, bahkan menyatakan memiliki fakultas dan jurusan sebagaimana layaknya tubuh suatu organ tetapi ia tidak memiliki otak, jangankan akal dan jiwa, kecuali dalam suatu fungsi pengurusan murni untuk pemeliharaan dan perkembangan jasmani.

F.       Penutup dan Saran

            Menilai perumusan dan penyebaran ilmu dalam dunia Islam pada masa ini, kita harus melihat bahwa penyusupan konsep-konsep kunci daripada dunia barat telah membawa kekeliruan yang pada akhirnya menimbulkan akibat yang serius jika tidak ditangani. Tugas kita adalah pertama-tama mengasingkan unsure-unsur itu termasuk konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban itu.unsur-unsur dan konsep kunci ini kebanyakan terdapat dalam cabang ilmu yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kemanusiaan (sosial). Meskipun begitu, harus pula dicatat ilmu-ilmu exact tetap harus di lakukan karena penafsiran dan perumusan itu sebenarnya bagian dari ilmu-ilmu kemanusiaan.

               Islamisasi ilmu pengetahuan masa kini tepatnya berarti bahwa setelah proses pengasingan itu, ilmu yang telah terbebaskan itu kemudian diisi dengan unsure-unsur dan konsep-konsep kunci islam. Karena sifat asasi unsure-unsur dan konsep kunci islam ini merupakan sesuatu yang mendefinisikan fitrah, maka sebenarnya islamisasi akan mengisi ilmu itu dengan fungsi dan tujuannya menjadikannya ilmu sejati. Proses ini tidak akan dapat berjalan dengan cara menerima ilmu pengetahuan masa kini seadanya dan berharap dapat mengislamisasikannya hanya dengan melakukan pencantuman maupun pemindahan yang tidak dapat memberikan hasil yang di inginkan kalau tubuhnya itu telah dikuasai oleh unsure-unsur asing dan telah rusak oleh penyakit. Unsure-unsur dan penyakit asing itu pertama-tama harus di tarik ke luar dan di netralkan sebelum tubuh ilmu itu dapat di bentuk kembali dalam wadah islam.
Tugas penting kita berikutnya adalah merumuskan dan memadukan unsur-unsur islam yang utama serta konsep-konsep kunci sehingga menghasilkan suatu kandungan yang merangkumi ilmu teras untuk kemudian ditempatkan dalam system pendidikan islam, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Ia di rancang dalam susunan berperingkat agar sesuai dengan tahap masing-masing tingkat. Di samping itu juga dalam masa ini di perlukan analisis yang sistematis dan pembetulan-pembetulan dalam usaha penyempurnaan system hingga dirasa memuaskan. Jika tahap ini telah tercapai system itu kemudian dapat di anjurkan kepada dunia islam secara luas. Sedangkan tidak lanjut untuk system pendidikan tingkat yang lebih rendah dapat di rencanakan dan di laksanakan setelah pola lembaga pendidikan dapat disempurnakan.

Sumber:
  • Al-Attas, Naquib, Syed Muhammad, Islam dan Sekularisme, Instintut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN), ed.Bahasa Indonesia.th. 2010 

Written by. Lutfi Kusuma Dewi (Pai Umy 2011)