Selasa, 14 Mei 2013

EPISTEMOLOGI ISLAM : ESKATOLOGI AL-GHOZALI DAN FAZLUR RAHMAN





A. Latar Belakang dan Historis

1.  Al-Ghazali

Diperkirakan kelahiran beliau berlangsung  pada periode Abbasiyyah kedua, Menjelang kelahiranya, pengaruh Dinasti Abbasiyyah saat itu sudah tidak dominan dan bahkan sudah sangat lemah, melainkan secara faktual kekuasaan berada di tangan Dinasti Saljuk, penguasa-penguasa saljuk seperti al-Ghazali menganut Mazhab Syafi’iyyah ( hukum fiqh ) dan Asy’ariyyah ( teologi ). Akibatnya, kompabilitas dengan  penguasa-pengusa, al-Ghazali menikmati segala kenikmatan, seperti halnya  tokoh politik yang urgen dihubungkan dengan keilmuan beliau adalah Nizam al-Mulk.


Keluarga yang taat menjalankan agama, ayahnya seorang penenun wol dengan ekonomi sedarhana tapi religious dalam sikapnya, sedangkan ibunya adalah Margareth Smith. Sepeninggalan ayahnya, al-Ghazali dititipkan pada seorang Sufi yang hidupnya sangat sederhana Ahmad ar-Rozkani, suasana yang sufistik ini yang menjadi lingkungan kedua yang turut membentuk “kesadaran” al-Ghazali.

Setelah meninggalnya al-Juwayni, al-Ghazali pergi ke kota Mu’askar yang menjadi gudang sarjana pada waktu itu. Di sini beliau menemui Nizam al-Mulk dan disambut dengan baik, oleh karena kedalaman ilmunya semua mengakui kehebatan dan keunggulannya, maka jadilah al-Ghazali “Imam” di wilayah khurasan ketika itu, setelah melihat kepakaran dan kompeten dalam bidang fiqh, teologi, dan filsafat maka beliau diangkat menjadi “guru besar” teologi dan “rector” di Madrasah Nizamiyyah di Baghdad 484 H/ Juli 1091 pada usianya yang ke-34 tahun.

 Dalam tempo kurang dari 2 tahun, beliau telah menguasai fisafat Yunani secara otodidak yang terutama sudah diolah oleh para filosuf muslim. Seperti Al-Farabi(870-950), Ibn Sina (980-1037) dibuktikan dengan karyanya yang pertama “Maqashid al-Falasifah” yang berisi tentang logika, metafisika, dan fisika.

2.  Fazlur Rahman

Lahir di Hazara Pakistan pada 21 Sepetember 1991 dan wafat di Chicago  65 tahun yang lalu setelah terbentuknya  Pakistan 14 Agustus 1947, dia bersal dari keluarga yang alim
(taat bergama) dengan menganut Madzab Hanafi. Sama sepeti al- Ghazali karakter kepribadianya terbentuk dari latar belakang keluarganya dan ayahnya yang kerap kali mengajarkan Agama yang disiplin tinggi sehingga mampu menghadapi berbagai peradaban yang berubah- ubah, dan setting historis Rahman juga dilatar belakangi oleh upaya pakar-pakar Muslim. Dalam mencari identitas bagi Negara yang baru melepaskan diri dari India Pakistan menjadi ajang kontroversi publik  antara kaum Modernis dengan kaum  Tradisionalis dan Fundamentalis di pihak lain. Setelah melewati karier intelektual cukup panjang Rahman sejak 1970 menetap di Universitas Chicago sebagai Profesor salah satu pusat kajian Islam di Amerka Serikat yang terkenal sarang Orientalisme Barat. Salah satu faktor mengapa ia hijrah karena Rahman memandang ulama di Pakistan belum sesuai hidupnya dengan al-Qur’an pada kebebasan yang bertanggung jawab.

B. Konsep- konsep Eskatologi

Konsep dasar keilmuan eskatologi mereka sangat berpengaruh terhadap bangunan konsepnya:
1.  Kematian

Makna kematian memposisikan dunia dan akhirat

A1-Qur’an memiliki argumen untuk merespon pandangan bahwa kematian adalah akhir dari segalanya, dengan demikian sejak masa-masa awal al-Qur’an sebetulnya sudah mengajukan berbagai argumen untuk membungkam para pengingkar doktrin akhir. Fazlur Rahman mengeksplorasi 3 argumen: Pertama, bahwa Allah telah menciptakan bumi dan bentuk segala kehidupan yang jumlahnya tidak terhitung atau tidak pula diketahui, bisa direnungkan berarti Allah dapat pula menciptakan manusia yang baru dan bentuk kehidupan yang tidak diketahui. Kedua, sebagaimana Allah menciptakan percikan api dari kayu hijau yang basah, Allah dapat pula membuat mati dan hidup secara bergantian. Ketiga, contoh khas yang diberikan al-Qur’an tentang menghidupkan atau membangkitkan sesuatu yang sudah mati adalah  bumi yang menjadi subur di musim semi setelah ia mati di musim salju.

Kemudian  al-Ghazali melengkapi argument Rahman dengan mengemukakan 3 argumen juga : pertama, bahwasahnya al-Qur’an menantang para pengingkar untuk memikirkan sesuatu yang kelihatan sangat mustahil tetapi bagi Allah sangat mudah diwujudkan. Kedua, betapa kekuasaan Allah begitu nyata di depan mata yaitu mampu membuat Ashabul Kahfi hidup selama ratusan tahun setelah mati ratusan tahun. Ketiga mengembalikan yang sudah ada sebelumnya pada dasarnya tidaklah berbeda dengan memulai sesuatu untuk kedua kalinya. Dengan demikian ada proses saling melengkapi diantara kedua tokoh.       

2.  Alama Barzakh

Doktrin tentang alam barzakh adalah doktrin eskatologi yang hanya dianut dalam Islam,  al-Ghazali mengidentifikasi alam barzakh dengan balasan pahala atau ganjaran dosa di suatu alam tertentu. Yang berlangsung sejak manusia meninggal sampai ia dibangkitkan kembali pada Hari Kiamat. Lebih lanjut menurut al-Ghazali ketika di dalam kubur (alam barzakh) akan mengalami 4 kondisi yang disesuaikan dengan perbuatanya diantaranya: ada di antara mereka yang duduk di atas tumitnya sampai matanya hancur berantakan sementara jasadnya bengkak. Setelah proses ini akan berputar di alam malakut di bawah langit, ada yang diberi oleh Allah rasa ngantuk sampai tidak bangun dan tidak mengetahu ada peniupan terompet dan mereka di kuburnya hanya tiga bulan kemudian jiwanya akan naik kesurga seperti burung yang terbang dll. Ini adalah gambaran umum formulasi al- Ghazali dengan jelas mengaitkan doktrin ini dengan nikmat dan siksa,  kebanyakan sumber yang dijadikan landasan argument dalam hal ini hadist ataupun riwayat sahabat dan satu- satunya sumber yang diadopsi dari al-Qur’an adalah surat.

Dari sini terdapat sisi yang berbeda dimana Rahman tidak menyebutkan istilah kiamat kecil ia berangkat dari hadis dan konsepsi Rahman dalam maslah alam barzakh sangat bertolak belakang dengan al-Ghazali. Rahman memberi sangkalan bahwa doktrin eskatologi tentang adanya pengadilan pra kiamat yang kemudian dibalas dengan kenikmatan atau malah diganjar sebenarnya tidak ditemukan dalam al-Qur’an melainkan didalam hadis. Rahman sendiri meyakini bahwa surga dan neraka telah dimulai ketika manusi berada di alam kubur,  dengan kata lain ia tidak memahami kualitas barzakh sebagai realistas perantara sebagaimana al-Ghazali.

C. Sumber Pengatahuan

1.  Teks

Ttradisi keilmuan Islam teks adalah sumber yang lebih kuat validitasnya, sebagian kalangan menganggap bahwa teks itulah sebenarnya yang merupakan sumber pengetahuan satu-satunya dalam keilmuan Islam. Dalam menyikapi teks tersebut Rahman memiliki beberapa perbedaan dengan tokoh – tokoh “ bayani ” terutama dengan al-Ghazali khususnya dalam eskatologi. Ia berbeda dari al-Ghazali dalam penggunaan sumber- sumber otoritas yang dapat dirujuk sebagai teks sumber  hal ini tentu saja disebabkan karena perbedaan pemahaman atau asumsi keduanya dalam menilai teks keagamaan, yang kemudian membedakan karakter bayani al-Ghazali dari Rahman pernyataan dimaksud akan dielaborasi sebagai berikut :     

a. al-Qur’an
Sesungguhnya Allah telah memberikan anugerah akidah yang benar menurut kebaikan agama dan dunia kepada kepada hamba- hambanya melalui lisan utusanya, dimana semua pengetahuanya tersebut telah termaktub dalam al-Qur’an dan hadis (al – akhbar) Penegasan semacam ini selalu ditonjolkan al-Ghazali dalam setiap dan penutup karya- karyanya. Yang menguraikan konsep keislaman, khususnya akidah berdasarkan pemahan yang digali dari teks al-Qur’an dan Sunah oleh karena itu al-Qur’an menjadi sumber materi akidah, maka al-Qur’an juga dianggap sebagai sumber argument tekstual bagi kebenaran akidah, dan sumber inspirasi bagi para teolog dan filsuf dalam mengolah argumentasi rasional, al-Ghazali bahkan beranggapan bahwa ilmu pengetahuan yang dapat di gali dalam al-Qur’an tidak dapat dihitung.

1. Gagasan dualisme jiwa dan raga
Tampaknya al-Qur’an tidak mendukung ide tentang doktrin dualism jiwa – raga yang radikal yang dikemukakan dalam falsafah Yunani: sesungguhnya tidak ada sesuatu bagian didalam al-Qur’an yang terdiri dari substansi yang terpisah,  apalagi yang bertentangan raga dan jiwa. Sebagaimana penelitian Rahman menunjukan falasifah maupun al-Ghazali keduanya memiliki kekeliruan dalam pola argumentasi dasar, seperti asumsi Rahman dari hasil mengkritik dua golongan menganut gagasan dualisme jiwa – raga yang nyatanya bukan bersumber dari al-Qur’an.

2. Doktrin siksa dan nikmat di alam barzakh
Doktrin ini sesungguhnya telah menjadi dogma ‘ mapan ’ hampir semua kalangan baik filsuf, teologi, lebih- lebih al-Ghazali sendiri mengakui bahwa aka nada siksa dan nikmat di alam barzakh.Disamping itu Rahman juga menjelaskan melalui perpektif doktriner, ia berusaha pula menjelaskanya melalui penelusuran historis yang pada akhirnya menyimpulkan bahwa doktrin siksa dan nikmat di alam barzakh ini bukanlah doktrin yang berasal dari al-Qur’an melainkan hanya terdapat dalam hadis yang sesungguhnya diimportasikan dari Zoroasterianisme.

3. Doktrin tentang syafaat
Dalam menolak doktrin syafaat ala ortodoks ini,  Rahman cukup hanya mengandalkan logika tafsir ayat al-Qur’an sendiri, jika penolakan Rahman ini dikontraskan dengan formulasi eskatologi al-Ghazali sepintas akan tampak bahwa dalam konteks validitas penukilan argument al-Qur’an disini Rahman menunjukan kelemahan al-Ghazali.   

b.   Hadis
Jika al-Qur’an dinyatakan sebagai sumber pertama bagi perujukan konsep eskatologi al-Ghazali dan Rahman, maka  yang menjadi sumber keduanya adalah hadis, bagi Rahman ada persoalan penting untuk mencermati hadis dan Sunah. Rahman berkeyakinan bahwa hadis menjadi konsep penyayom tapi tidak berarti memiliki kandungan yang bersifat spesifik mutlak, secara definitive hadis dalam pemahaman Rahman tidak berbeda dari pemahaman pakar lainya. Hadis merupakan kumpulan informasi mengenai segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad sedangkan Sunah adalah sebuah konsep perilaku baik diterapkan dalam aksi fisik atau aksi mental.

c.   Taurat dan injil
Disamping al-Qur’an dan hadis al-Ghazali untuk mendukung argumentasinya menggunakan sumber luar islam yaitu taurat dan injil, dalam hal ini formulasi al-Ghazali ditemukan hanya satu tempat yaitu ketika ingin menjustifikasi pandanganya bahwa kondisi manusia yang akan dibangkitkan pada hari kebangkitan sama persis sebagaimana ketika mereka diciptakan yang pertama kali.

d.   Zoroasterianisme
Zoroasterianisme adalah salah satu agama tertua didunia yang bersal dari Iran pra Islam, istilah ini mengacu pada nama pendirinya yaitu Zarathustra, pengaruh dari agama ini terletak dalam bangunan doktrin eskatologi yang mempengaruhi pemikiran Barat. Kemudian eskatologi Zoroasterianisme dan eskatologi Islam di justifikasi oleh Rahman memvonis bahwa Zoroasterianisme ini yang melandasi munculnya doktrin Barzakh yang secara sepintas meruntuhkan eskatologi Islam sungguh penarikan kesimpulan ini diragukan dan perlu diteliti lagi.

2.  Akal
a.  Posisi akal
Al-Ghazali dan Rahman sangat meyakini potensi akal untuk mengungkapkan kebenaran dan makna, keduanya tampak memiliki pandangan yang sama apresiasinya terhadap akal, al-Ghazali mengupas secara teorotis disbanding Rahman, yang membedakan keduanya yaitu pada titik tekan implikasi atau konsekuensi. Bila al-Ghozali menekan perlunya manusia menggunakan akal guna memperbanyak ilmu, Rahman menekan keterkaitan akal manusia dengan moralitas.
b.   Pengaruh filsafat
Sub ini akan dilihat sejauh mana apresiasi diejawantahkan dalam ide eskatologinya,  disini pola piker Aristoteles, Plato teah mempengaruhi al-Ghazali dan juga pemikir Ibn Sina dan al-Farabi yang berda dalam pengaruh Yunani, sedangkan Rahman senantiasa berpijak pada Qurani tetapi disamping itu juga dipengaruhi oleh Filsuf Barat lainya.
3.  Indera dan intuisi
Sumber ini juga digunakan oleh al-Ghazali untuk membahas konsep eskatologinya , namun hal ini tidak digunakan oleh Rahman.
4.  Metode keilmuan
Metode keilmuan mereka dalam epistemologi mengacu pada sumber, jika rasio pada akhirnya melahirkan metode filosofi, intuisi melahirkan mistis, maka metode kalam dilahirkan oleh dialektika antara teks dan nalar, pernyataan dimaksud akan dikaitkan dengan eskatologi al-Ghazali dan Rahman.
a.  Kalam
Sebagai metode kalam dipahami sebagai teologi defensife ( bersifat pembelaan atau pertahanan diri )  pendekatan dialektika merupakan pergeseran secara perlahan dari teks dan nalar.
b.   Filosofi
Metode filosofi lebih menekankan dimensi esoteris, batiniah , transcendental, abstrak, dan open ended, bangunan pengetahuan didasarkan atas sejumlah ide filsafat sebagai kerangka rujukan.
c.   Mistis
Dalam filsafat Islam, kecenderungan mistisme islam menempati posisi paling meruyak, dimana metode ini mendasarkan pada pengalaman intuitif individual,  metode ini memiliki metode yang menantang pengetahuanya adalah sebuah bentuk perasaan individu.

v Eskatologi klasik
Versi al-Ghazali
§  Tentang dunia dan akhirat
a. Dunia kontra dengan akhirat
b. Dunia menghalangi orang akan amalan akhirat (2 wujud yg sulit disatukan)
Kemudian al-Ghazali melengkapi argument Rahman dengan mengemukakan 3 argumen juga : pertama, bahwasahnya al-Qur’an menantang para pengingkar untuk memikirkan sesuatu yang kelihatan sangat mustahil tetapi bagi Allah sangat mudah diwujudkan. Kedua, betapa kekuasaan Allah begitu nyata di depan mata yaitu mampu membuat Ashabul Kahfi hidup selama ratusan tahun setelah mati ratusan tahun. Ketiga mengembalikan yang sudah ada sebelumnya pada dasarnya tidaklah berbeda dengan memulai sesuatu untuk kedua kalinya
§  Tentang Siksa dan Nikmat di alam Barzakh
Ghazali: sebelum ke akhirat, manusia diinterogasi dulu di alam kubur
§  Dualisme Jiwa dan Raga (imbas dari al-Farabi dan Ibnu Sina) dan syafaat
ü Ghazali: Kebangkitan jasmani dan rohani
ü Ghazali: ada syafaat
ü Ghazali: Metafisis-ontologis
          Dampaknya : umat takut neraka, ingin syurga
ü Ghazali: mistis- Kalam-apologetik
Versi Fazlur Rahman:
a. Dunia BUKAN lawan akhirat
b. Dunia sebagai fase pengumpulan benih menuju akhirat
                  Fazlur Rahman mengeksplorasi 3 argumen: Pertama, bahwa Allah telah menciptakan bumi dan bentuk segala kehidupan yang jumlahnya tidak terhitung atau tidak pula diketahui, bisa direnungkan berarti Allah dapat pula menciptakan manusia yang baru dan bentuk kehidupan yang tidak diketahui. Kedua, sebagaimana Allah menciptakan percikan api dari kayu hijau yang basah, Allah dapat pula membuat mati dan hidup secara bergantian. Ketiga, contoh khas yang diberikan al-Qur’an tentang menghidupkan atau membangkitkan sesuatu yang sudah mati adalah  bumi yang menjadi subur di musim semi setelah ia mati di musim salju.
§ Tentang Siksa dan Nikmat di alam Barzakh
Versi Rahman: gagasan tentang azab kubur merupakan pengaruh Zoroasterianisme (Majusi) di Iran, tidak ada dalam al-Qur’an. hadis2 tentang azab kubur merupakan gagasan impor dari Zoroasterianisme.
§ Dualisme Jiwa dan Raga (imbas dari al-Farabi dan Ibnu Sina) dan syafaat
ü Rahman: jiwa dan raga=integratif
ü Rahman: menolak adanya syafaat (nasib manusia di akhirat terkait amal di dunia)
ü Rahman: tidak ada motif teologis
ü Rahman: etis-antropologis
Dampaknya: menanamkan etika kepada umat (Syurga & neraka: menegakkan nilai moral dlm diri umat)
ü Rahman: filosofis+ kalam
ü    Eskatologi kontemporer

       Dalam perspektif modern, keabadian jiwa didukung oleh berbagai ilmu, biologi misalnya, khususnya hukum keturunan (heredity), sifat-sifat mental dan fisik dari orang tua turun kepada anak keturunannya. Oleh jarena itu keabadian adalah sesuatu yang logis dan tidak bertentangan dengan kenyataa dimana perbincangan seputar persoalan-persoalan eskatologi melahirkan asketism. Sebuah pandangan hidup yang menjadikan alam akhirat sebagai tujuan utama dalam hidupnya tanpa melupakan kewajibannya di alam dunia (Musa Asy’arie,2002:239).

       Harun Nasution berpendapat bahwa kekekalan pribadi bisa diterima sebagai suatu hal yang logis. Menurutnya, ilmu modern telah menyatakan bahwa otak manusia tidak berfungsi produktif, tetapi transitif (pelengkap), sebab otak adalah jaringan materi yang bisa rusak dan digantikan dengan jaringan yang baru. Dapat diketahui bahwa otak manusai lebih berfungsi transitif dan daya akallah yang merupakan sumberberfikir. Daya inilah yang merupakan wujud di belakang otak dan tidak akan mati dengan matinya otak atau badan.

       Jadi, seandainya hari pembalasan itu tidak ada, maka penganut agama dan ateis sama-sama selamat sama-sama tidak merugi. Namun, kalau hari pembalasan benar-benar terjadi, maka teis selamat, sedangkan ateis tidak selamat. Dan sudah pasti kematian itu benar-benar datang kapan pun dan dimana pun kita berada.

       Dalam al-Qur’an dan hadis keimanan seseorang selalu dikaitkan dengan masalah iman kepadahari akhir, tanda-tanda tentang hari akhir banyak disinggung di dalam al-Qur’ān. Banyak sekali ayat-ayat yang berkaitan erat dengan kebangkitan dan kehidupan setelah mati. Bahasa-bahasa yang digunakan sebagai simbol yang menunjukkan kepastian Hari Akhir beragam sekali seperti Hari Penegasan (Yawm al-Qiyāmah), Hari Akhir (al-Yawm al-Ākhir), Hari yang Dijanjikan (al-Yawm al-Maw‘ūd), Hari Keputusan (Yawm al-Fashl), dan lain sebagainya. Seperti yang tercantum di dalam ayat yang berarti:

 “Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari (yang pada waktu itu ditup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok, dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu, dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia (an-Naba: 17-20).

Kesimpulan

       Perbincangan tentang eskatologi sebenarnya menarik untuk kita kaji. Hal itu dikarenakan banyak hal yang seringkali disalah artikan oleh manusia mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hari akhir, baik itu persoalan kematian, kiamat, hari kebangkitan, dan lain-lain. Jika hal-hal seperti itu hanya diartikan dengan logika imajinatif, maka ujung pangkal dari keyakinan manusia pada dasarnya hanyalah sebagai sebuah ilusi. Maka dari itu penting kiranya bagi kita untuk dapat melakukan pencarian makna eskatologi sebelum kematian tiba pada diri kita. Supaya segala doktrin yang berkaitan dengan eskatologi dapat diterima dengan akal sehat.

       Kematian merupakan kepastian, maka secara psikologis pengaruhnya amat besar dalam bawah sadar kehidupan seseorang dan dalam perilaku manusia. Hidup manusia, menurut Martin Heidegeer, adalah suatu kehadiran yang tertuju ke arah kematian Pembuktian bahwa ruh itu abadi, adalah sebagai petunjuk bagi kita bahwa kehidupan tidak berakhir selepas kematian tiba. Namun pada dasarnya manusia dihadapkan pada pertanggungjawaban hidup yang sebenarnya, yaitu karma dari apa-apa yang telah dilakukannya di dunia. Untuk mengakhiri kesimpulan ini, ada sebuah ungkapan bijak, “Jika kita “buta” di dunia, maka “buta” pula di akhiratnya”. Semoga kita senantiasa menempatkan diri dalam ketunggalan Tuhan.


 by. Immawati Yuliati (KPI 2010)

REFRENSI

o   PROF.DR. H,M, ABDULLAH AMIN., Epistemologi Klasik Kontemporer: Eskatologi Al-Ghozali dan Fazlur Rahman, ISLAMIKA  Yogyakarta, cetakan pertama Maret 2004.
o   Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme (Jakarta: Hikmah, 2005), hlm. 72.
o   Bakhtial Amsal, filsafat agama, Logos wacana ilmu Jakarta , cetakan kedua 1999, hal 219.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar anda. Bebas, tapi dilarang yang mengandung SARA.
Fastabiqul Khoirot